Latif Anshori Kurniawan

Menghargai Jasa Para Pahlawan dengan Membaca Buku-buku Sejarah

Diterbitkan pada dalam Blog.

Ini adalah tahun ke sekian di rumah pada tanggal ini, dengan tidak mengikuti upacara bendera. Awalnya seakan ada yang hilang karena tidak mengikuti upacara. Lama-lama menjadi terbiasa. Takjub juga juga mendapati upacaya kenegaraan di layar televisi kecil di rumah.

Karena hari kemerdekaan dan kenang para pahlawan yang telah berjasa bagi Indonesia, saya kembali buka-buka buku di rumah. Buku-buku yang masih dapat dibaca. Buku-buku yang masih layak dibaca. Buku-buku yang menemani waktu-waktu saya ketika sendirian di rumah. Di rumah terasa menyenangkan hanya cukup dari membaca buku-buku. Buku sejarah saya adalah dari ibu tentang Pak Dirman dan Pak Harto, dua tokoh Indonesia kita.

Saya suka membaca-baca buku-buku itu berulang-ulang kali. Kalau ketika SD, saya juga sudah suka buku-buku sejarah dan mata pelajaran IPS. Dalam mata pelajaran IPS, saya menemukan banyak peristiwa sejarah. Apalagi ketika SMP, makin suka mata pelajaran Sejarah dan buku-buku di perpustakaan tentang sejarah. Sejarah seseorang saya juga baca. Untuk saya, janganlah kita-kita lupa sejarah.

Ketika SMP, mendapati teman yang suka menggambar tentang peperangan dari Perang Dunia Kedua. Saya suka kisah-kisah perang yang dia gambarkan dengan sketsa-sketsa yang dia buat. Dia sangat keren menurut saya karena tidak mudah membuat gambar jika tidak tahu sejarah. Dia menggambar begitu cepat dan dengan bercerita saya tersenyum-senyum sendiri. Dia pintar sangat.

Mungkin yang membuat saya suka sejarah adalah saya suka membaca. Membaca biografi orang-orang para penemu juga masih disimpan di rumah buku-bukunya. Ibu sesekali membawakan buku-buku cerita tokoh-tokoh itu. Ada yang dari bukan dari Indonesia. Itu ketika SD. Kalau SMP, saya pernah dipinjami Mas Wagiman (tetangga di rumah budhe) buku Karl May tentang Winnetou Ketua Suku Apache. Ada buku Pak Habibie juga dari ibu ketika SD. Kalau SMA, mata pelajaran sejarah juga masih menarik untuk saya.

Di UNS ini, perpustakaan juga menjadi tempat kesukaan saya. Sukanya membaca di tempat. Kalau dibawa pulang, takut lupa dan hilang karena masih suka pulang-pergi rumah dan UNS dengan jarak sekitar 2 jam kurang kalau naik bus. Yang menarik kalau di perpustakaan UNS, tampaknya tidak banyak yang suka baca buku sejarah. Saya ingat tempat-tempatnya. Bahkan pernah saya tinggalkan di suatu tempat asalnya buku itu tidak bergerak sama sekali dari tempat asalnya. Halaman terakhir yang dibaca masih ingat. Membaca sejarah seperti membaca kisah untuk saya ketika itu. Senang sekali. Alhamdulillah, di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sangat dianjurkan untuk banyak membaca. Saya belajar menulis dan membaca sekaligus, alhamdulillah.