Latif Anshori Kurniawan

VICKISASI..!?

Diterbitkan pada dalam Blog.

A: “Saya masih daring pada gawai. Nanti, apabila mau luring, saya kabari, kita sambung wicara melalui perpesanan WhatsApp insya Allah. Semoga peladen yang digunakan kemarin masih stabil hingga lusa, ya Mbak?”
B: “What..?? Daring..?! Luring..?! Gawai..?! Ihhh, Mas Latip termakan Vickisasi. Alay beud.”

Heran mengapa berupaya berbahasa Indonesia masih terasingkan oleh saudara sepenutur. Yang menjadi persoalan para pecinta bahasa Indonesia adalah bukan bahasa daerah atau bahasa asing (Arab, Inggris, dan lain-lain) yang membahana, melainkan bahasa santai (yang seolah mewakili bahasa Indonesia) yang terlazimkan para muda-mudi kita, bahkan para sesepuh yang mengikuti tren zaman.

Berdasar temuan di lapangan (terutama di jejaring maya), masih sedikit yang menuturkan bahasa asing atau daerah. Coba buka mata lebar-lebar dan tengoklah ke dalam, betapa banyak yang menggunakan bahasa Indonesia ragam santai tidak pada tempatnya dan begitu dipermisifkan. Kurang tepat mengeja, dimaafkan. Kurang tepat mengetik, dimaafkan. Berlebihan menggunakan singkatan tidak pada tempatnya, dimaafkan. Ada sisi baiknya, kita adalah bangsa yang pemaaf dan bermudah-mudahan dalam, “Tidak apa-apa.”

Rasanya, lebih baik menggunakan bahasa daerah atau asing dengan mengikuti kaidah dan “empan papan” berbahasanya daripada masih enggan menghargai bahasa Indonesia (dari enggan berhati-hati berdiksi dalam ragam bahasa lisan hingga lalai tanda baca dalam ragam bahasa tulis santai sekalipun). Contohlah bangsa Jepang! Hingga kekinian, mereka menggunakan bahasa Jepang nyaris ‘sempurna’ pada setiap kesempatan, sekalipun dalam ruang santai di internet. Coba kalau mereka lalai ‘menggores’ salah satu silaba saja tentu mencuatkan pemaknaan maksud tuturan yang berbeda dari yang semestinya.

Saya pribadi juga acap melakukan kelalaian berbahasa Indonesia. Status ini sekadar antarkita, sesama penutur bahasa Indonesia, untuk saling mengingatkan. Terlepas dari itu, saya mendapat temuan–yah, temuan pribadi, masih perlu dikaji lebih jauh lagi–bahwa orang yang bahasa Indonesianya baik seringkali dapat berbahasa daerah dan berbahasa asing yang baik pula.

Ya Allah, Ya Rabbi, Ya Wahhab, Selamatkanlah bahasa Indonesia dari ‘kejahatan’ yang kami perbuat…!