Hari Kiamat
Diterbitkan pada dalam Blog.
Setiba di Kota Atlas, pagi tadi, secara random, memilih salah satu kanal di aplikasi Radio Islam Indonesia di ponsel bersistem Android. Secara tidak sengaja pula, ternyata ada kajian yang disampaikan oleh Ustaz Asykari bin Jamal al-Bugisi–hafizhahullah.
Tema kajian yang beliau sampaikan seputar hari kiamat. Menyimak secara perlahan rekaman streming tersebut, sambil bersiap ke kantor, memantik perenungan kami. Astagfirullah.
Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. Tiba-tiba sudah hari Selasa, tiba-tiba sudah begini dan begitu, tiba-tiba jatah usia makin berkurang. Apabila mengingat atau menengok banyak hal yang telah berlalu, seakan lebih banyak dosa dan salah yang telah diperbuat.
Hati merasa tidak tenang, pelbagai rasa berkecamuk tak bertepi. Seakan masih merasa belum siap bila Diminta-Nya pulang. Bukankah kematian hanyalah sebuah fase? Fase itu pun adalah sebuah keniscayan, yang akan dilalui oleh setiap makhluk-Nya, terutama yang disebut manusia–tanpa terkecuali. Walaupun hanya fase, pada kenyataannya, tidak setiap orang yang masih hidup berkenan untuk melewati sekarang.
Semua yang sudah terjadi telah terjadi, dan waktu pun tidak dapat diputar kembali. Tiada mesin waktu untuk mengulang dan memperbaiki semuanya.
Yang sudah terjadi, apabila hal itu adalah aib dan dosa, sangat dianjurkan untuk secepatnya bertobat dan bersikeras untuk tidak mengulanginya lagi. Apabila merasa telah berkebaikan, perbanyak husnuzan diri bahwa diri sendiri belum berbuat baik dan masih jauh dari kata baik. Dengan demikian, diharapkan senantiasa memperbaiki diri terus-menerus.
Tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain. Konteks kita tetap berupaya fokus (menggali aib, kekurangan, dan dosa) diri sendiri. Barangkali, begitu mudah mendapati orang lain berbuat baik dan terinspirasi olehnya, kita pun bersegera merespons dengan hal baik serupa–mengapa harus tertunda?
Paradigma dan cara berkehidupan pun dominan dibangun di atas serbaneka prasangka. Sayang sekali, acap kali ego menggenggam jiwa begitu dahsyat sehingga hanya fatamorgana diri yang baik-baik yang terlukiskan. Merasa diri sudah baik, merasa tiada masalah di dalam diri.
Tidak ada kata terlambat selama nyawa masih di dalam raga. Semua memerlukan proses perenungan yang tidak sebentar. Banyak ibrah berliar datang dan pergi, berlalu-lalang kita dapati. Selalu saja ada ibrah/hikmah/pelajaran yang kiranya dapat dipetik.
Tidak ada satu pun yang sia dalam kehidupan ini. Bahkan, Diciptakan-Nya serbaneka binatang melata dan haram dagingnya untuk dikonsumsi pun tidak luput dari pelbagai pelajaran beharga. Mungkin memang belum dapat kita tuai sekarang, bisa jadi esok atau lusa, atau bahkan tidak sempat tertuai sama sekali hikmah yang ada. Bisa jadi bukan kita yang mengambil buah pelajarannya, melainkan orang-orang setelah kita nanti, atau siapa pun yang selalu Dirahasiakan-Nya. Subhaanallah.
Selalu digaungkan jamak muslim: hidayah itu mahal. Akan tetapi, kalau hanya berdiam diri saja, tidak ingin mencoba menjemput hidayah, bagaimana ia akan datang dan menghiasi interior kalbu kita. Diperlukan segenap upaya yang baik dan tidak letih dalam menjemput hidayah. Tidak akan sia-sia–insyaallah. Semoga Allah senantiasa Mencurahkan hidayah-Nya kepada kita–amin.
Mari berefleksi, mari bermusahabah!