Latif Anshori Kurniawan

XFCE, Slackware

Diterbitkan pada dalam Blog.

Menyenangkan sekali mendapati Igor Ljubuncic (narablog di balik Dedoimedo, salah satu blog populer yang jamak mengulas distribusi Linux dan open-source) mewawancarai Sean Michael Davis. Sean adalah salah satu pengembang inti XFCE.

Sebagaimana jamak diketahui bahwa XFCE merupakan salah satu lingkungan desktop populer, selain KDE, GNOME, MATE, Cinnamon, dan lainnya. Menarik untuk disimak, terlepas dari Sean lebih jamak berkecimpung pada proyek Xubuntu, tetapi semangat dan kepeduliannya pada proyek XFCE amat besar.

Teringat beberapa tahun sebelumnya, ketika menggunakan Slackware, di samping KDE, saya jamak ber-XFCE. XFCE di Slackware amat ringan, stabil, dan robust. Nyaris tiada kendala apapun di komputer tua kami masa-masa itu.

Kekinian, jamak ber-MATE di Slackware. Rasanya, antara MATE dan XFCE, tidak dapat dikomparasikan, saya menyukai keduanya, kagum dengan kesederhanaan yang diusung keduanya. Belum bila distribusi Linux yang digunakan adalah Slackware, lengkap sudah kesederhanaannya.

Saya pribadi cenderung ber-DE tunggal di Slackware, tidak membenturkan banyak hal. Kalau ber-MATE, barangkali fokus pada aplikasi bukan berbasis Qt. Kalau di KDE, barangkali mencukupkan diri dengan pelbagai rupa aplikasi bawaan KDE atau berbasis Qt. Begitu pula bila ber-XFCE. Apalagi, dominan kebutuhan saya sekadar berbatas pada keperluan perkantoran semacam menulis/mengetik, bukan developing atau programming.

Apabila dirasa kurang praktis bila harus bersih-bersih banyak hal agar hanya XFCE yang berjalan di atas Slackware kesayangan, Anda dapat mencoba beberapa versi Live. Atau, dapat pula mencoba turunan (derivative) populer Slackware, selaik Zenwalk, Salix, dan lainnya.

Terutama selaik yang disebut, yaitu Zenwalk dan Salix, keduanya masih aktif didukung oleh para pengembang intinya. Anda pun dapat menjapri secara personal beberapa developer terkait melalui, salah satunya, grup pencinta Slackware di Facebook. Sila sambung wicara dengan elok.

Grup Slackware tersebut merupakan grup Facebook global (nonbahasa Indonesia). Apabila ingin menanyakan sesuatu, sila saja disampaikan, dimungkinkan akan ada yang merespons–insyaallah. Dapat pula mengunjungi forum Linux Questions, di sana jamak permasalahan Slackware telah teratasi (solved). Atau, sila bergabung dengan grup pesan instan Telegram dari Komunitas Slackware Indonesia, yakni . Sila bergabung, dan temukanlah serbaneka keceriaan di sana.

Mengapa Slackware? Mengapa XFCE?
Dua pertanyaan ini acap menghampiri saya, terutam dari mahasiswa yang menanyakan mengapa mereka perlu berkenalan dengan Slackware. Tidak banyak hal saya sampaikan, kecuali meminta mereka untuk mencoba Slackware terlebih dahulu dan membaca-baca dokumentasinya yang tersedia bebas di internet.

Hal yang paling pokok, yang saya tekankan, adalah benefit yang mereka peroleh ketika menggunakan Slackware. Serbaneka ‘masalah’ pasti akan menghampiri, dan di situlah tantangannya. Dari tantangan yang harus dihadapi, setidaknya mereka belajar banyak hal, salah satunya adalah perihal problem solving dan kemandirian.

Ada pula di antaranya mengklarifikasi mengapa perlu mencoba DE yang, menurut mereka, tidak banyak digunakan. Hanya belum tahu saja barangkali bila Slackware mendukung banyak rupa DE yang ada. Namun, entah mengapa jamak paradigma sebagian mahasiswa masih mengharuskan diri kalau menggunakan Linux mesti dengan lingkungan desktop GNOME atau KDE ketimbang yang lain. Tidak ada yang mengharuskan, tidak masalah bila bereksplorasi dengan DE-DE yang lain. Tidak populer bukan berarti tiada yang support, bukan?

Mau menyerah setelah ber-Slackware dan memutuskan kembali ke distro Linux yang lebih populer? Atau, bahkan ingin menggunakan Windows saja lantaran tidak ribet dan tampilan antarmukanya lebih menarik? Hidup ini penuh pilihan. “Selamat bagi Anda yang masih bertahan bersama Slackware!”