Latif Anshori Kurniawan

​Enggan Berbagi di Media Sosial?

Diterbitkan pada dalam Blog.

Saya ingin berkonfirmasi terlebih dahulu. Apakah blog merupakan bagian dari media sosial? Kemudian, bagaimana saja batasan suatu layanan disebut media sosial, sedangkan yang lain dinamakan blog? Bukankah penggunaan istilah lini masa terdapat pada keduanya?

Kita perlu membutuhkan banyak amunisi untuk menerangkan esensi blog dan media sosial, untuk mengomparasikan keduanya. Terlebih, sudut pandang apa yang digunakan tentu akan menghasilkan luaran diskusi yang bervariatif. Ringkasnya, keduanya ‘serupa, tapi tak sama’, bukan?

Kalau kita melihat Twitter, kronologisasi lini masanya tidak jauh berbeda daripada blog, dan ia dikenal sebagai ‘jejaring’ micro-blog. Nyaris serupa dengan Facebook, yang memuat konten pengguna selaik buku harian daring (online diary). Bagaimana dengan jejaring sosial lainnya?

Kalau melihat layanan blog yang menyediakan fitur mengikuti (following), ada Tumblr, bahkan di WordPress.com pun menyediakan fitur serupa. Lantas, bagaimana batasan antara blog yang lebih dahulu senior dan media sosial yang baru datang sekitar awal 2000-an lalu? Sungguh kita tidak akan membenturkan keduanya.

Kalau melihat sejarah, blog memang terlebih dahulu lahir. Ia—sebelumnya disebut weblog atau web-log sebelum pada akhirnya menjadi blog (saja)—digunakan seorang jurnalis untuk mewartakan sesuatu secara independen sekitar sebelum akhir ‘90-an.

Kemudian, berkembanglah blog dari waktu ke waktu hingga jamak orang menggunakannya. Banyak agregator gratis sekaligus penyedia layanan ruang blog freemium bermunculan, hingga diiringi kelahiran sedikit demi sedikit layanan sosial.

Jejaring sosial mengikuti konsep lini masa blog. Ada penanda/stempel waktu (timestamp), ada fitur bubuh feedback, hingga dikembangkan ala-ala kreasi tiap-tiap layanan. Dengan demikian, sedikit teranglah bahwa blog berbeda dengan media sosial, bukan?

Disilakan bagi Anda yang menyerupakan blog sebagai jejaring/media sosial. Namun, saya pribadi tidak menganggap demikian. Blog memang dapat difungsikan sebagai medium bersosialisasi, kita dapat merekatkan hubungan komunikasi yang baik antara narablog (bloger, blogger) dan pembaca/pengunjung blog.

Logika tersebut selaras dengan anggapan bahwa surel dan layanan pesan instan (instant messaging) dapat menunjang aktivitas bersosialisasi pula. Apakah Anda tetap akan ‘menyamakan’ antara Gmail, WhatsApp, Instagram, dan blog?

Begitulah, alih-alih menuangkan jamak hal dalam media sosial populer kekinian, terutama pada media yang cenderung memfasilitasi pelbagai layanan visual citra foto, gambar, dan/atau video, saya masih amat suka menulis di blog. Barangkali, masih terkhusus pada blog ini, belum layanan blog lain.

Alih-alih ikut kegemaran jamak pihak yang berekspresi di Instagram atau YouTube, saya tetap memilih blog. Sayang sekali, blog ini tidak semenarik Instagram dan YouTube, Anda belum akan mendapati atau menemukan banyak hal berbau visual.

Di Instagram pun, saya belum pernah banyak berkata-kata selaik di sini. Jamak citra yang terunggah masih sekadarnya dan tidak serius untuk jenama diri, ehhh. Bagaimana dengan YouTube? Saya hanya akan menyarankan Anda untuk melihat beberapa kanal (Channels) yang saya ikuti di sana.

Tentu saja, bukan berarti antipati media sosial, saya masih aktif juga mengakses Twitter dan Facebook, sekalipun belum tentu mengepos kicauan atau status terbaru, atau sekadar mengunggah-unggah sesuatu. Lagipula, konteks berbagi pun masih berbatas pada sharing konten saja, belum berbagi rezeki kepada sesama.

Acap kita mudah sharing sesuatu. Sekadar berbagi yang barangkali memang bermanfaat bagi yang lain. Lantaran masih bersifat ‘barangkali’, kita pun belum dapat memastikan kebermanfaatannya. Sayangnya, acap masih mudah didapati para warganet sekadar share tanpa mengonfirmasi keabsahan konten.

Dengan mudah, sesuatu menjadi viral sebab diawali dari sekadar sharing kecil yang dilakukan secara bertahap, berkelanjutan, dan kemudian menjadi cukup masif. Siapa pun jamak tidak menyangka sesuatu akan menjadi viral di kemudian hari. Hingga pada akhirnya banyak pihak merasa perlu untuk memviralkan sesuatu. Mudah-mudahan tidak dengan pelbagai cara, ya. (senyum)

Ah, sudahlah, saya hanya lebih nyaman di sini, berbagi tulisan di sini. Entah siapa yang membaca, entah siapa yang berlangganan umpan RSS  Kiranya ada yang saya bagikan di media sosial, saya share ala kadarnya, tiada tendensi apa pun. Kalau di sini, lebih tidak bertendensi lagi, dan lebih manasuka sunting sana-sini.

Bukankah boleh bila tidak berbagi sesuatu yang disebut tulisan melalui media sosial? Mohon dimaafkan bila wadah sharing saya sebatas di sini—atas Izin-Nya. Semoga masih Diizinkan-Nya dapat berbagi dan berbagi di sini dan di mana pun.