Latif Anshori Kurniawan

Lambang Bahasa ≠ Lambang Bendera!

Diterbitkan pada dalam Blog.

Mohon dimaafkan bila Anda mendapati laman muka blog ini dengan sambutan yang ditampilkan dalam bilingual, yaitu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Pada masing-masing kalam sambutan tersebut, Anda akan mendapati emotikon bendera Indonesia dan Britania Raya. Sejatinya, saya ‘kurang suka’ dengan ketentuan ini lantaran, pada esensinya, emotikon/lambang/ikon bahasa ‘kurang dapat’ diwakilkan emotikon bendera.

Kedua ‘ikon’ bendera tersebut memiliki makna kenegaraan. Lain hal ikon bahasa, yang memang dikreasi sedemikian rupa agar dapat merepresentasikan ruh bahasa. Bahasa bersifat lebih majemuk dan lebih kompleks daripada aspek filosofis rona warna pada bendera, bukan?

Tidak dapat dimungkiri bahwa beberapa layanan internet atau perangkat lunak yang menyajikan tampilan multilingual, ada kala nama-nama bahasa yang ada didampingi dengan ikon bendera. Barangkali, hal ini dilakukan guna meyakinkan pengguna atau pengunjung laman bahwa ikon bendera mewakili bahasa. Namun, saya malah menjadi khawatir.

Apabila layanan atau laman tersebut menawarkan antarmuka dalam bahasa Jawa (yang menjadi bagian dari Indonesia), apakah dapat direpresentasikan dengan bendera Indonesia? Barangkali, memang dapat, tetapi bagaimana bila bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Sasak, bahasa Gorontalo, dan ragam bahasa daerah di seluruh Indonesia atau dari negera lain juga disajikan (selaik yang terdapat pada Wikipedia)?

Kegelisahan ini rupanya telah terjawab cukup lama—hanya saya yang kudet. Ikon bahasa telah diinisiasi dan dicanangkan oleh Onur Mustak Cobanli sejak 2008, lalu ikon bahasa yang baru dirancang oleh Farhat Datta pada 2011. Ikon bahasa tersebut tersedia dalam format berkas vektor.

Ikon bahasa yang dikreasi oleh Cobanli dan Datta tersebut tersedia gratis dan dapat digunakan, tetapi berbatas. Mengenai ketentuan secara terperincinya, sila tengok laman resmi ikon bahasa mereka (tersebut).

Saya masih kurang dapat menerapkan desain ikon bahasa yang dikreasi oleh Cobanli dan Datta. Apa yang saya aplikasikan pada laman muka sambutan bukanlah dua bahasa yang saling dialihbahasakan. Coba Anda cermati, diksi-diksi berbahasa Inggris serupa-tapi-tak-sama dengan bahasa Indonesia. Keduanya tidak saling diterjemahkan, hanya memang beberapa kosakata cukup mewakili apa yang saya ingin maksudkan.

Semoga Anda berkenan memahami keberbatasan saya ini. Salam hangat.