Latif Anshori Kurniawan

Kebijakan Privasi Bukanlah Hal Main-main

Diterbitkan pada dalam Blog.

Per beberapa pekan yang telah lalu, dirilis bersamaan dengan pembaruan perangkat lunak WordPress (terutama versi self-hosted–dirumahkan mandiri alias tidak menggunakan layanan WordPress.com, tetapi WordPress.org), tim WordPress menghasung agar setiap pengguna menyajikan laman kebijakan privasi. Laman kebijakan privasi tersebut ditayangkan pada bagian pokok/utama web/blog.

Isu-isu privasi makin gencar kekinian, terutama pascakasus yang menimpa Facebook beberapa waktu lalu. Pihak WordPress pun turut peduli dengan hal ini sehingga mengimbau pengguna untuk menampilkan laman ketentuan privasi tersebut guna mengedukasi para pengguna dan sekaligus segenap pengunjung laman web/blog WordPress.

Ada kala kita tidak peduli dengan hal-hal berbau privatif. Acap mudah didapati beberapa hal yang semestinya tidak dipublikasikan di dunia maya pun akhirnya menjadi konsumsi khalayak. Namun, bisa jadi, pada kemudian hari, dari beberapa hal tersebut malah menjadi bumerang yang melukai dan baru disadari belakangan. Oleh karena itu, sebelum nasi terlanjur menjadi bubur, elok perlu kiranya kita menaruh perhatian berlebih terhadap isu-isu privasi di internet.

Tahukah Anda bahwa peramban web (nyaris jamak ragam peramban) kegemaran–terutama yang acap digunakan–‘menyimpan’ pelbagai aktivitas Anda berselancar? Aktivitas tersebut pun dapat ditengok pada fitur riwayat (History) dan/atau kukis (Cookies).

Nyaris jamak web sejak dahulu hingga sekarang terotomatisasi memanfaatkan riwayat dan kukis perambanan Anda sebelumnya–dengan catatan riwayat dan kukis tersebut belum dihapus (dengan kombinasi kibor [Command]+[Shift]+[Delete]. Riwayat dan kukis yang disimpan ‘sementara’ pada peramban acap digunakan oleh laman web yang Anda kunjungi guna personalisasi pengalaman meramban Anda yang lebih intim.

Sayang sekali, masih jamak pengguna internet kurang menyadari hal tersebut. Sampai-sampai beberapa web/blog resmi kekinian, dari tingkat kepemerintahan hingga surat kabar daring, apabila Anda mengunjunginya pertama kali pada peramban yang digunakan, akan memberikan notifikasi bahwa web/blog mereka memanfaatkan riwayat dan kukis peramban, dan Anda–mau tidak mau–mesti ‘menyetujuinya’ untuk melanjutkan berselancar.

Tenang saja, data riwayat-kukis Anda tidak akan disimpan pada peladen/server web/blog tersebut. Data tersebut sekadar digunakan untuk lebih memaksimalkan pengalaman Anda meramban, di antaranya adalah Anda lebih cepat mengakses laman web/blog yang telah dikunjungi sebelumnya, iklan yang muncul akan disesuaikan dengan kebiasaan mengunjungi web lain, Anda tidak perlu memasukkan nama pengguna (username) dan kata sandi (password) untuk masuk ke dalam akun Anda, dan lain-lain.

Keberadaan iklan adalah sebuah keniscayaan. Mengutip istilah yang tidak kalah populer, “Tidak ada makan siang yang gratis.” Hal ini adalah lumrah adanya. Selaik yang dilakukan oleh Google, banyak layanan mereka kita gunakan secara bebas (gratis) dan tidak dipungut biaya sepeser pun, salah satunya yang diberlakukan oleh YouTube. Lalu, dari mana datangnya profit bagi keberlangsungan layanan mereka bila tidak dari iklan? Tidak mengherankan, apabila Anda sempat mengunjungi atau masuk pada akun layanan toko daring, iklan yang muncul bisa jadi menampilkan beberapa produk yang mirip dengan produk yang telah Anda beli.

Metode beriklan menjadi salah satu langkah yang amat populer bagi para penyedia layanan ataupun pengembang aplikasi (software developers) agar layanan yang mereka tawarkan tetap berjalan; agar pembaruan yang diperlukan tetap diberikan; agar pengembangan berikutnya menjadi lebih bermutu, dan seterusnya. Itulah mengapa Anda akan mudah mendapati pop-up iklan yang muncul tiba-tiba kala menggunakan aplikasi free dari toko aplikasi (apps store). Setelah mengetahui hal ini, apakah Anda akan tetap jengkel bila app favorit Anda dijejali iklan, lebih-lebih iklan yang tidak jelas? Saya termasuk di dalamnya maka acap lebih memilih aplikasi premium bila memang memungkinkan (omong-omong, kapan YouTube Premium–sebelumnya bernama YouTube Red–hadir di Indonesia, ya?).

Barangkali, ada sebagian pengembang lebih nyaman dengan membuka donasi sukarela dari pengguna guna mendukung keberlangsungan pengembangan. Namun, kurang banyak yang mengimplementasikan sistem donasi, baik melalui transfer bank maupun melalui layanan uang elektronik atau dompet digital semacam PayPal. Terkecuali, jamak proyek dari komunitas pengembang teknologi sumber-terbuka (open-source), kecenderungannya lebih terbuka dengan metode donasi, berapa pun nilai donasi yang Anda sumbangkan, sekalipun receh di bawah satu sen.

Kembali pada isu privasi–yang sejatinya bukanlah hal yang baru. Sejak bocornya rahasia salah satu negara maju yang memata-matai rakyatnya sendiri melalui layanan internet populer yang ada, hal-hal privatif di dunia maya menjadi permata yang layak tidak diabaikan. Apalagi, tidak sedikit orang yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan informasi dan data penting serta rahasia para pengguna internet guna memuluskan agenda jahat/kriminalitas mereka. Namun, bukan berarti kita wajib ‘memalsukan’ diri di belantara rimba daring. Kita tetap dihasung menggunakan nama asli dan beberapa informasi tambahan agar lebih bertanggung jawab.

Betapa banyak pihak berlindung di balik nama samaran (handlenickname) guna beraktivitas (berkata-kata, berkomentar) di forum-forum atau media sosial yang ada. Tidak sedikit dari mereka akan beralih warna, berganti wajah atau baju, guna melakukan tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab, lebih-lebih amat jauh dari nilai moral yang dianut olehnya sendiri.

Kita tentu amat membenci bila data atau informasi penting yang kita ‘hibahkan’ kepada para penyedia layanan di dunia maya untuk hal-hal lain, di luar pernyataan atau syarat dan ketentuan yang telah disebutkan secara tersurat. Kita sangat tidak menyukai bila data kita tersebut dimanfaatkan pihak lain, yang tidak kita ketahui dari mana ujung dan pangkalnya, sehingga kita pun khawatir entah untuk apa data kita tersebut. Oleh karena itu, kita mesti peduli dengan hal-hal privatif. Terlepas dari regulasi, terdapat faedah bila kita cukup peduli dengan privasi.

Sadar atas keamanan data
Data diri acap menjadi momok. Ada kala kita jujur, ada kala tidak, bergantung pada rekam jejak layanan internet yang digunakan. Namun, siapa, sih, yang tidak percaya anak perusahaan raksasa teknologi semacam Google atau Facebook? Banyak pihak menaruh kepercayaan, terutama dari sisi keamanan, atas data informasi pribadi mereka, untuk disimpan di dalam ruang penyimpanan (storage) peladen Google-Facebook. Alhamdulillah, pada banyak kasus, orang Indonesia lebih dominan jujur kepada mereka.

Informasi pribadi yang acap diminta jujur berkait dengan nama lengkap asli, gender, dan/atau tanggal lahir, hal-hal ini mesti sesuai identitas. Ada pula pengaturannya apakah data pribadi tersebut perlu ditampakkan kepada publik atau disembunyikan. Kita pun diminta mengamankan data akun kita dengan sandi yang tidak berkorelasi dengan data pribadi, selaik tanggal lahir atau bahkan nama binatang peliharaan.

Atas dasar beberapa hal tersebut, kita pun akan menjaga informasi pribadi kita agar tidak sembarangan disampaikan kepada yang lain, sekalipun sahabat terbaik. Hal ini karena kita tidak akan pernah tahu musibah apa yang akan terjadi bila satu di antara data pribadi Anda bocor kepada pihak yang tidak berkepentingan. Kita pun menjadi lebih ngeh dan lebih skeptis terhadap segala permintaan data pribadi oleh layanan internet yang lain.

Pengelolaan diri di dunia maya
Sebab diminta untuk memasukkan beberapa informasi pribadi dan menyertakan nama asli, jamak lebih mendorong kita untuk berhati-hati dalam menggunakan layanan. Salah satu kehati-hatian kita adalah menyebarkan ulang sebuah informasi dan menanggapi/mengomentari pos atau status orang lain.

Kita perlu waspada dalam mendistribusikan ulang, minimalnya dengan menyalin-rekat (copy-paste), sebuah informasi apakah hal yang dikabarkan tersebut autentik dan valid ataukah malah kabar bohong/dusta (hoax). Begitu pula dengan perilaku berkomentar kita, sekalipun kita tidak menyukai sosok-sosok tertentu, barangkali gemas atas perkataan atau perbuatan figur tertentu, berupayalah untuk tetap ‘menahan diri’. Terlepas dari perundang-undangan informasi dan transaksi elektronik (ITE), bukan berarti Anda dilarang untuk berkomentar, melainkan bijak-bijaklah dalam melakukannya. Manasuka siapa pun, hak semua kalangan untuk merespons, tetapi elok tetap pada batas-batas norma yang berlaku.

Norma yang berlaku di penjuru dunia, sesungguhnya, jamak terdapat keserupaan. Barangkali serupa-tapi-tak-sama, tetapi lebih dapat kita tekankan pada keselarasannya, misalnya orang Barat juga mengenal penggunaan kata-kata kotor dan mesti dihindari, apalagi digunakan di tempat umum. Tidak jauh berbeda pula dengan konteks di Indonesia, bukan? Akhirnya, Anda berhati-hati, lebih saksama dan mengingat dampak jauh ke depan bila Anda membagikan ulang informasi atau berkomentar.

Lebih peka terhadap privasi orang lain
Paling tidak, kita pun akan menghargai privasi orang lain sebab privasi kita dihargai. Barangkali berkonteks kasus kita mendapati data pribadi orang lain, kita akan peduli untuk mengamankannya, tidak menyebarkannya kepada khalayak ramai.

Selaik kala Anda mendapati dompet terjatuh di tengah jalan, Anda pun akan ‘menyimpan rapat’ rahasia di dalam dompet tersebut dan menyerahkan kepada pihak yang berwenang untuk dikembalikan kepada empunya dompet, bukan? Di samping itu, Anda tidak akan disibukkan untuk ingin mengetahui informasi sensitif orang lain hanya guna masuk ke dalam akun media sosialnya.

Sungguh miris memang bila ada pihak yang sengaja meng-googling kita, lalu ia mencoba masuk ke dalam akun media sosial kita dan memasukkan kata sandi berdasar data pribadi yang ia peroleh entah dari mana. Hentikanlah perbuatan kurang elok ini, dan mulailah selalu berhusnuzan kepada siapapun, tidak dengki dan hasad kepada siapapun!

Anda tidak akan–insyaallah, pada muaranya, menyengaja iseng membobol akun teman Anda sendiri. Sekalipun ia musuh Anda–saya sungguh miris menggunakan istilah ini (padahal sesama kita adalah bersaudara, lebih-lebih saudara sesama muslim), hindarilah perbuatan asusila tersebut!

Bagaimana dengan blog ini dalam menjaga privasi pengunjung?
Blog ini pun, pada akhirnya, akan mengikuti ketentuan internasional yang berlaku. Dengan kata lain, insyaallah, kami akan menampilkan laman khusus mengenai kebijakan privasi blog ini. Perkenan Anda memaklumi hal ini.

Elok bila berkenan pula untuk barang sesaat menghampiri dan membaca laman tersebut nanti. Mari peduli privasi!