Latif Anshori Kurniawan

Perlukah Segera Bermigrasi dari GitHub ke GitLab?

Diterbitkan pada dalam Blog.

Santer dikabarkan bahwa Microsoft telah mengakuisisi GitHub. Awal kabar ini diembuskan oleh Bloomberg. Sebagaimana yang diketahui, GitHub merupakan layanan daring yang mengizinkan para pengembang perangkat lunak (software developers) untuk merumahkan (meng-host-kan) atau melumbungkan (merepositorikan) kode mereka dengan basis komputasi awan (cloud-computing atau sekadar disebut cloud). Dengan kata lain, GitHub merupakan sistem manajemen kode sumber (source-code) untuk Git. Git, awal mulanya, diinisiasi oleh Bapak Linux internasional, yakni Linus Benedict Torvalds pada sekitar 2005.

Seiring waktu berlalu, sejak dirilis pertama kali, layanan GitHub makin populer di kalangan pengembang. Nyaris jamak proyek sumber-terbuka (open-source) dan bahkan beberapa proyek semi-tertutup, baik bersifat pribadi/personal pengembang maupun enterprise (guna menunjang kebutuhan korporasi/perusahaan), telah memanfaatkan GitHub. Jamak pihak pun mengenal dan mempopulerkan GitHub sebagai sentra pengembangan perangkat lunak semesta.

Kabar Microsoft ‘membeli’ GitHub memantik pelbagai respons. Sebagian kalangan merasa kecewa dengan deal yang terjadi, terutama jamak dari para aktivis sumber-terbuka, sedangkan sebagiannya lagi tidak begitu mempermasalahkan. Bagi kalangan yang kurang rida dengan akuisisi tersebut, jamak telah memigrasikan lumbung perangkat lunak mereka dari GitHub ke GitLab atau penyedia repositori lainnya.

Bagi kalangan yang menyambut positif, akuisisi tersebut dimaknai sebagai kemajuan dukungan dari dunia korporasi terhadap proyek dan komunitas sumber-terbuka. Microsoft sendiri, pada beberapa tahun terakhir, aktif berkecimpung dan mendekat dengan proyek/komunitas open-source. Microsoft pun telah menjadi salah satu di antara jajaran sponsor utama yayasan Linux global, yaitu Linux Foundation, yang berpusat di Amerika Serikat.

Microsoft pun, di bawah kepemimpunan Satya Nadella kekinian, telah menyatakan bahwa mereka mencintai Linux melalui slogan: Microsoft ❤ Linux. Wujud kecintaan perusahaan yang didirikan Bill Gates ini pun dalam pelbagai rupa, di antaranya adalah mereka mengimplementasikan agar Ubuntu dan shell BASH dapat berjalan di atas Windows 10. Beberapa proyek mereka pun bersifat terbuka, salah satunya adalah PowerShell. Selain itu, mereka juga mengustomisasi kernel Linux guna menunjang peranti Internet-of-Things (IoT) Azure.

Beberapa kalangan kurang dapat menerima atas langkah-langkah yang ditempuh Microsoft memasuki ranah-ranah sumber-terbuka. Hal ini dapat dimaklumi sebab orientasi pengembangan perangkat lunak yang dilakukan oleh Microsoft adalah proprietary tertutup (close-source) dan memiliki kecondongan pada motif bisnis. Ada pula kekhawatiran bila nilai-nilai pengembangan sumber-terbuka akan bergeser dari yang semestinya. Wallahu A’lam.

Selaik yang disampaikan di atas, sebab pemberitaan akuisisi GitHub oleh Microsoft adalah bukan sekadar rumor, sebagian pengembang sumber-terbuka pun ramai-ramai memindahkan repositori mereka dari GitHub ke GitLab. GitLab bukanlah layanan yang baru, yang baru dikreasi atas isu kesepakatan Microsoft ini. Jamak pengembang telah memfungsikan GitLab untuk keperluan pengembangan mereka, selaik yang dilakukan di GitHub. Tidak dapat dimungkiri bahwa GitHub lebih difavoritkan oleh para pengembang sebelum akuisisi tersebut.

Perihal langkah-langkah migrasi dari GitHub ke GitLab, Anda dapat membaca—salah satunya—dari dokumentasi GitLab. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah harus segera memigrasikan lumbung/repositori perangkat lunak kita ke GitLab? Manasuka setiap pengembang, lagi-lagi bergantung pada kebutuhan.

GitHub masih memiliki porsi yang masih sayang untuk ditinggalkan. Lagipula, layanan GitHub bisa jadi tidak akan banyak ‘berubah’ pascaakuisisi sebab para petinggi dan pengurus utama pun masih menggerakkan operasional harian secara normatif. Wallahu A’lam. Bagaimana menurut Anda?