Bekerja dari Rumah (dari Mana Pun)
Diterbitkan pada dalam Blog.
Entah mengapa saya lebih menyukai ujaran peristilahan ‘bekerja di rumah’ alih-alih work-from-home. Secara harfiah, memang from merupakan padanan untuk kata ‘dari’. Rasa bahasa tidak selalu begitu, bukan? Saya pribadi mengembalikan esensinya pada aktivitas staying & working at home pada masa isolasi beberapa hari ini. Atau, lebih prefer dengan bekerja dari mana pun (work-from-anywhere), hal ini lantaran esensi rumah dapat diwakili tempat mana pun selain ruang kantor. Manasuka, lah.
Tentu, antara istilah work-from-home (WFH) dan working at home, keduanya dapat digunakan, bergantung konteks tuturan. WFH memiliki maksud bahwa serba-serbi pekerjaan kantor sebelumnya dapat dikerjakan dari rumah. Apabila menengok konteks situasi dan kondisi, pekerja tersebut pun dapat dikata working at home. Tidak begitu bermasalah antara penggunaan di dan dari. Tidak perlu perang ‘istilah’. Yang jelas, policy jamak perusahaan bagi sebagian karyawannya untuk WFH adalah tepat. Sembari aktivitas isolatif ditaati, roda bisnis perusahaan tetap berjalan sehingga kehidupan normatif pun tetap dapat dilalui—atas Izin-Nya.
Kebijakan dari pemerintah setempat (perihal WFH) tersebut digaungkan guna mengurangi dampak yang disebabkan wabah virus Corona (COVID-19) dari hari ke hari. Jadi, mohon kerja sama bagi Anda yang kiranya dapat bekerja di/dari rumah, elok tetap mematuhi aturan pemerintah ini. Bagi teman-teman pekerja yang masih perlu menunaikan kewajiban di luar rumah, jangan lupa untuk jaga kesehatan kalian. Semoga teman-teman petugas atau pekerja, baik yang bekerja secara WFH maupun yang masih mesti beraktivitas di luar rumah, senantiasa Disehatkan-Nya dan Dibaikkan-Nya—amin.
Tidak sedikit para pekerja yang dapat bekerja di rumah memfaedahi beberapa perangkat lunak untuk membantu aktivitas bekerja mereka, terutama secara remote. Komunikasi antarsesama pekerja tetap dapat saling terjalin selama akses internet cukup mewadahi. Bekerja secara remote (tidak mesti dikerjakan di rumah) bukanlah sesuatu yang baru. Sejak telah menjamurnya penggunaan ponsel (terutama featured-phone, telepon reguler untuk panggilan suaran atau sms) dan surel untuk berkomunikasi, tidak sedikit orang sudah terbiasa dengan bekerja dari jarak jauh.
Lebih-lebih, apabila Anda seorang freelance (pekerja lepas) yang berkecimpung di industri teknologi informasi), lebih dari satu dekade lalu sudah umum membudaya menyelesaikan pelbagai proyek melalui perantara daring internet. Hal ini lantaran tidak setiap hal memiliki kebutuhan untuk bersemuka, begitu pula sebaliknya.
Beberapa tools yang difaedahi untuk bekerja dari tempat lain jamak berupa software atau aplikasi pendukung bekerja, yang sekaligus dirancang bak aplikasi perkantoran virtual. Ragamnya pun berbilang banyak, baik berbasis komputasi desktop (termasuk di antaranya adalah perangkat laptop) maupun mobile, baik yang dapat digunakan secara gratis (free, freemium) maupun berbayar. Sekali lagi, lantaran memanfaatkan medium daring, selama terdapat jaringan internet yang memadai, hal ini lebih dari kata mencukupi. Masyaallah, alhamdulillah, atas nikmat fasilitas yang Dianugerahkan-Nya kepada kita. Berikut beberapa aplikasi yang kiranya dapat membantu bekerja Anda di/dari rumah.
WhatsApp (WA)
Luar biasa. Dari sekian pekerja yang saya dapati, baik yang berkecimpung di industri swasta maupun di dunia akademik, memanfaatkan WA untuk berkomunikasi antarmereka. Tidak dapat dimungkiri, lantaran aktivitas berdaring kita didominasi aktivitas meramban web yang tidak sedikit berhadapan dengan teks—dan alhamdulillah jamak pekerjaan yang dapat dikerjakan di/dari rumah merupakan pekerjaan yang tidak jauh berkait dengan teks, apalagi menggantikan fungsionalitas berkirim teks antarpengguna ponsel yang sebelumnya diwadahi oleh sma, WA memfasilitasi dengan maksimal.
Fitur-fitur WA pun sangat bersahabat bagi warganet Indonesia kekinian. Nyaris tiada pengguna ponsel berinternet yang tidak memasang aplikasi WA di dalam ponsel cerdas mereka. So, fitur pesan teks, panggilan suara, catatan suara (voice-notes), panggilan video (video-call), mengirim berkas foto dan video, serta mengirim dokumen, terdapat di dalam WA. Lumayan lengkap dan mencukupi, bukan?
Barangkali, yang menjadi kendala, barangkali, apabila pengguna WA telah menghapus pesan atau melepas aplikasinya, tiada jaminan data masih tersimpan baik di dalam ruang penyimpanan ponsel. WA memang dirancang demikian lantaran menekankan pada sisi privasi dan keamanannya dengan menerapkan standar demikian.
Selama ponsel tidak dapat dibaca (terkunci, tidak sedang diklon pihak lain), apa yang tersimpan di dalam WA kemungkinan dapat untuk diset tidak terbaca. Hal ini lantaran WA dirancang agar apa pun yang kita bicarakan dan berkas apa yang diunggah tidak tersimpan di dalam peladen/server WA. Oleh karena itu, walaupun perusahaan induknya, yakni Facebook, masih terlekati label sebagai perusahaan tidak jauh dari isu privasi, tetapi enkripsi WA masih menjadi andalan. Saya pribadi masih mengandalkan lantaran fitur enkripsi mereka yang amat kuat. Dapat dipercaya—insyaallah.
Walaupun tiada jaminan 100% aman ber-WA, tetapi paling tidak lebih baik untuk layanan sejenis lainnya—menurut hemat saya. Electronic Frontier Foundation (EFF, organisasi berpayung yayasan yang peduli atas isu-isu privasi di dunia maya) pun sama sekali tidak melarang penggunaan WA, meskipun mereka menganjurkan kita menggunakan aplikasi Signal (alternatif layanan pesan instan yang masih teraman kini). Kalaupun ada kasus penyadapan, sekali lagi, bukan sistem WA yang disadap, melainkan ponsel/gawai pengguna telah beralih kepemilikan.
Sayangnya, tim WA masih kukuh belum mengembangkan lagi WA untuk gawai tablet selaik iPad, sekalipun dengan iPadOS versi 13 terkini—saya pun telah mengonfirmasi pribadi kepada tim WA atas hal ini. Bukan masalah, itu artinya tim WA memiliki prinsip, sekalipun banyak layanan serupa mendukung aktivitas di iPad. Lagipula, patut bersyukur kepada-Nya, pada pembaruan iPadOS terakhir, kita dapat menghubungkan WA kita dengan layanan web WA melalui peramban Safari—alhamdulillah. Dan, apabila Anda cermati, status yang terhubung pada aplikasi native pada ponsel ‘terbaca’ sebagai Mac—masyaallah.
Well, apabila tiada versi resmi dari sebuah vendor, jangan coba-coba memasang WA dari vendor yang tidak dikenal resmi (dari tim WA), yang menawarkan WA dapat dijalankan di iPad atau tablet pada umumnya. Memang, perangkat/peranti Anda adalah sepenuhnya hak Andaa, tetapi taat hukum yang berlaku lebih adil bagi mayoritas ‘hak’—yang mesti dihormati. Strict-lah pada hal-hal lurus, yang legal dan resmi. Alhamdulillah, agar lebih leluasa dengan layar lebar laptop MacBook atau PC, WA pun menyediakannya secara resmi (dengan aplikasi natif) sehingga lebih praktis.
Slack
Perusahaan global yang memiliki basis lokasi di Amerika Serikat (AS), yakni IBM, mengumumkan secara resmi bahwa perusahaan mereka menggunakan Slack guna mendukung operasional tugas harian. Tidak dapat dimungkiri, walaupun bukan perusahaan yang telah berdiri lama (belum ada 15 tahun), Slack meroket dengan kinerja yang cemerlang.
Hal tersebut didukung oleh pengembangan teknologi dan fitur yang terdapat di dalam aplikasi Slack. Fitur-fitur yang dikembangkan sangat sesuai dengan iklim yang terdapat pada ranah industri swasta modern kekinian, lebih-lebih bila perusahaan amat lekat dengan pemanfaatan produk teknologi informasi.
Slack difungsikan sebagai aplikasi bantu untuk pengelolaan tugas di dalam tim dengan menonjolkan aspek komunikatif. DailySocial mendefinisikan Slack sebagai ‘WA-nya bidang pekerjaan/profesionalisme’. Dalam arti, sejatinya nilai komunikasi yang dikedepankan dalam aplikasi ini. Setali-tiga-uang dengan esensi komunikasi adalah kolaborasi (atau kerja sama tim/teamwork).
Setiap anggota tim dapat berkontribusi secara kolaboratif untuk menyelesaikan beberapa tugas sekaligus pada paltform Slack. Semua hal, baik yang didiskusikan maupun berkas-berkas yang diunggah, tersimpan dengan rapi secara cloud di dalam peladen Slack. Dengan kata lain, setiap anggota tim dapat mengecek berulang kali atas komunikasi atau progress kolaborasi yang terjadi sewaktu-waktu. Apalagi, terdapat fitur penelusuran tugas melalui tagar (tanda pagar), hal ini sangat membantu bila tugas pekerjaan yang ada sudah berlipat-lipat dan memiliki sub-sub yang majemuk.
Apabila memungkinkan, daripada WA, saya pribadi lebih tertarik memberikan kuliah atau tugas daring bagi adik-adik santri/mahasiswa dengan memfaedahi Slack. Banyak hal menjadi tertata, terkelola, terorganisasi, dan tersimpan dengan baik sehingga banyak hal dapat dilacak sewaktu-waktu bila terlewat. Fitur chat barangkali cukup terwadahi di Slack, atau bisa jadi—siapa tahu—ke depan diinisiasi integrasi dengan layanan pesan instan populer sekelas WA.
Asana (dan Trello)
Fitur-fitur yang terdapat di Asana (dan/atau juga Trello) mengingatkan saya pada manajemen pembagian tugas berbasis papan Kabban (Kabban board). Kita seolah ‘menempelkan’ beberapa tugas pada papan yang mesti dikerjakan tim. Selaik Slack, salah satu keserupaan fitur Asana/Trello juga pada aspek kolaborasi sehingga seluruh anggota tim dapat mengetahui progress tugas yang telah dikerjakan oleh diri sendiri ataupun anggota lain; dapat pula diset antartim dapat saling melihat perkembangan.
Mengapa saya kumpulkan Asana dan Trello, bukankah keduanya berasal dari perusahaan yang berbeda? Sangat berbeda layanan dan variasi fitur yang masing-masing memiliki kekhasan sebenarnya, bukan pula kami menyamakan keduanya. Pada Asana, ditonjolkan kekhasan workflow dan tim ditentukan berdasar klasifikasi proyek yang diberkan. Rasa “papan Kabban” antara Asana dan Trello yang menjadi salah satu ciri yang membedakan dengan Slack.
Lalu, mana yang perlu difaedahi di antara ketiganya? Saya rasa ketiganya perlu dicoba lantaran ketiganya, walaupun seakan serupa-tapi-tak-sama, memiliki kekhasan tersendiri. Tentu kenyamanan kekhasan antara orang satu dan lainnya berbeda, bukan? Ketiganya cukup powerful, tidak sedikit perusahaan besar maupun rintisan (startup) yang memaslahatkan ketiganya, bahkan ketiganya sekaligus.
Dropbox
Untuk kebutuan simpan-menyimpan berbasis komputasi awan (cloud), rasanya Dropbox masih bertengger di jajaran atas. Sinkronisasi Dropbox blasting fast. Untuk versi gratisnya, memang terbilang kecil (bila dibandingkan layanan serupa, yang sama-sama gratis, tetapi menawarkan ruang penyimpanan berlimpah gigabita, bahkan terabita). Di sini, kami menekankan pada kualitas dan keunggulan fitur. Tidak kalah diandalkan perusahaan teknologi ternama, Dropbox masih bermain cantik di industri ini.
Saya akui bahwa Box, Nextcloud yang open-source dan ownCloud yang murah, Drive (milik Google, apalagi bila sudah berlangganan G Suite), Amazon Drive (barangkali belum sepopuler layanan Amazon Web Services-nya di Tanah Air), serta/ataupun OneDrive (milik Microsoft) juga tidak kalah andal. Dropbox masih saya gemari, berawal dari desain antarmukanya yang simpel dan ringan.
Omong-omong, Dropbox pun memiliki layanan yang tidak jauh berbeda dengan Slack, Trello, dan Asana, yang diberi nama Paper. Kekhasan Dropbox Paper adalah pada dokumentasi pekerjaan secara kolaboratif. Lagi-lagi kolaboratif. Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan sendiri, bukan? Sudah bagian dari sunatullah, jamak kesuksesan yang ada merupakan buah dari kerja sama atau kontribusi antarkita—masyaallah.
Serbaneka Layanan Perkantoran
Kita akui bahwa Microsoft masih memenangkan hati banyak pekerja perkantoran. Aplikasi suite Office mereka terlalu mendominasi dunia kerja lebih dari dua dekade. Saya kurang dapat berbagi perihal Office mereka di sini, saya yakin Anda lebih familiar dengannya. Hanya saja, poin kolaboratif pada aplikasi Office tidak dapat dipandang sebelah mata. Sudah dikenal/populer dengan keandalannya mengelola berkas atau dokumen, lebih-lebih tersedia fitur berkolaborasi (teringat pula dengan Google Docs dari program G Suites). Alternatif untuk program Microsoft Office dan Google Docs adalah LibreOffice, yang bersifat open-source.
LibreOffice masih dapat mengakomodasi kebutuhan alternatif Microsoft Office bila dikomparasikan dengan aplikasi alternatif serupa lainnya. Saya pribadi lebih nyaman LibreOffice di Linux, baik Slackware, Fedora, maupun lainnya. Apabila di Linux, LibreOffice sudah cukup mewadahi, sekalipun aplikasi Office ‘lawas’ dapat ‘dijalankan’ dengan menggunakan program emulator aplikasi berbasis Windows di Linux, yakni Wine. Mungkin, Wine cukup mendukung guna memaksimalkan berkas dokumen berbasis Microsoft Access lantaran belum banyak alternatif program serupa di Linux.
Apabila program Acrobat Reader dari Adobe lumayan berat bagi perangkat Anda, kekinian jamak peramban atau program built-in pengelola dokumen/berkas telah dapat membuka berkas PDF dengan ringan. Tidak sekadar membuka, bejibun program ‘gratisan’ untuk mengelola (membuat, mengonversi, memilah atau memadu) berkas/dokumen berformat PDF Anda, bahkan melalui layanan berbasis web—tetap elok tidak sembarangan menggunakan layanan berbasis web daring, terlebih bila PDF tersebut merupakan berkas/dokumen yang teramat penting.
Learning Management System (LMS)
LMS biasanya digunakan sejumlah lembaga atau instansi pendidikan untuk membantu pelaksanaan kurikulum dan sistem pembelajaran. Satu yang cukup terkenal adalah Moodle. Moodle berbasis open-source, dalam arti setiap orang dapat berkontribusi untuk mengulik dan mengembangkannya. Dengan kata lain, instansi pendidikan dapat mengembangkan LMS mandiri berbasis Moodle berdasar resources yang dimiliki. Beberapa fitur yang ter-default dapat dihilangkan sehingga lebih simpel dan bersahabat. Pihak TI pun dapat melakukan kustomisasi sesuai kebutuhan sekolah atau universitas.
LMS selain Moodle dan bersifat open-source pun masih banyak. Di kampus kami, saya pribadi lebih bersahabat dengan platform Sistem Informasi Pembelajaran (SIP) yang dikembangkan tim IT kampus. Lebih sederhana daripada Moodle, lebih robust—terima kasih tim UPT TIK kampus.
Tujuan utama jamak LMS adalah guna menopang pembelajaran berbasis daring. Namun, tidak menutup kemungkinan ia dapat dimanfaatkan untuk menujang pelbagai aktivitas bekerja di perusahaan swasta Anda. Selaik Slack, Asana, dan Trello yang diinisiasi untuk membantu tugas pegawa swasta di perusahaan mereka, begitu pula layanan LMS yang dapat mereka manfaatkan. Kalau sudah seperti ini, elok dinegosiasikan dengan kebijakan infrastruktur perusahaan lantaran perangkat lunak yang ada diimplementasikan secara masal.
Bagimana dengan Layanan Panggilan Video?
Rasanya, hal ini tidak asing bagi Anda hari-hari ini. Anda yang lebih pahami kebutuhan penggunaannya. Apabila layanan dari Zoom, untuk layanan stream video—terutama untuk audiens masal selaik konferensi atau pembelajaran di kelas—cukup mengakomodasi kebutuhan Anda, disilakan.
Harap menjadi salah satu pertimbangan utama, pastikan audiens Anda pun dapat dengan mudah mengakses layanan Zoom, perhatikan kualitas jaringan dan ketersediaan kuota internet berlimpah mereka. Pernah menggunakan Zoom dan sangat berkualitas untuk layanan sejenis, apalagi versi premium mereka yang lebih dapat diandalkan. Alih-alih Zoom atau Hangouts Meet Google, Anda juga dapat menggunakan Skype.
Sesekali sempat terpikirkan bila kita terlalu bergantung pada layanan panggilan video, baik individual maupun grup/konferensi, dari luar. Barangkali, memang sudah ada layanan serupa dari dalam negeri (di Indonesia), hanya penggunaannya masih berbatas. Atau, kalaupun sudah ada, masih berbatas penggunaannya untuk rapat terbatas bagi para petinggi negeri.
Omong-omong, kalau untuk kebutuhan stream audio secara live, barangkali Mixlr atau Spreaker dapat Anda maksimalkan. Jamak pengguna keduanya yang saya ikuti di Twitter menggunakan dua layanan ini. Jarang sekali terkendala perihal jaringan internet atau sinyal, lantaran stream audio barangkali tidak seberat stream video.
SoundCloud dapat difaedahi untuk kebutuhan siniar (podcast) secara mudah dan gratis. Siniar di sini diartikan kita mengunggah atau membuat konten audio dan dapat disimak sewaktu-waktu oleh pendengar siniar kita. Tidak jauh berbeda dengan YouTube yang awalnya sebagai platform berbagi video, SoundCloud dikembangkan agar kita dapat berbagi audio. Alih-alih Anchor (yang sudah dimiliki oleh Spotify), SoundCloud masih populer. Tidak sedikit muda-mudi berkarya, bahkan beberapa orang ternama, memfaedahi SoundCloud untuk mendistribusikan karya auditive mereka.
Ada yang lain? Mohon perkenan berbagi di komentar. Barangkali ada tools yang Anda gunakan, tetapi belum dapat saya sebut di sini. Disilakan! Barangkali, Anda mendapati ulasan kami di sini tidak berbatas pada platform yang dikeluarkan oleh perusahaan pengembang tertentu, misalnya Google (yang dikenal bejibun layanan digitalnya, terutama melalui program G Suite mereka). Disilakan bagi Anda berbagi pengalaman dengan layanan perusahaan besar ini.
Beberapa waktu terakhir, terhitung berbulan-bulan belakangan, kami tidak memaksimalkan serba-serbi layanan Google. Mesin pencari pun dapat dipercayakan kepada DuckDuckGo. Untuk meramban, mencukupkan diri dengan Safari atau bahkan Firefox. Kebutuhan surel-menyurel dapat legawa dengan layanan mandiri dengan hosting dalam negeri; dengan aplikasi client berbasis iOS/iPadOS. Alhamdulillah, tidak bergantung pada Google.
Masih dengan asa yang sama, bertahun-tahun lamanya, saya pribadi amat menyukai bila ada layanan teknologi yang dikembangkan oleh putra-putri/pemuda-pemudi bangsa sendiri, lebih-lebih bila mereka bergerak di industri/sektor swasta. Semoga tidak putus harap untuk memiliki cita agar kita makin mandiri dan dapat berkarya/berkreasi dengan layanan serupa (yang telah ada dan populer) dengan peladen/server di negeri sendiri untuk melayani pemerintah dan rakyat Indonesia. Semoga Diizinkan-Nya—amin.
Kiat Menajemen Perangkat/Peranti WFH
Bagi yang jamak bekerja pada perangkat atau peranti mobile, perhatikanlah daya tahan baterai Anda. Sekalipun di dalam rumah, mendisiplinkan diri untuk memastikan bahwa daya baterai perangkat atau peranti masih mencukupi adalah bukan suatu kesalahan. Elok pertahankan daya ponsel di atas 80%, tetapi tidak perlu mengecas hingga 100%—pertahankan di antaranya. Insyaallah, awet.
Hal tersebut lantaran tiada jaminan Anda dapat mengecas dengan segera, tiada jaminan semua baik-baik saja dan tidak membutuhkan Anda dalam keadaan darurat-cepat-tanggap, ataupun tidak ada jaminan jaringan listrik masih nyala saat Anda mesti menyelesaikan tugas tepat pada waktunya. Disiplin dalam memperhatikan kapasitas daya perangkat atau peranti Anda adalah memesona.
Saya cukup pelit untuk ponsel atau gawai. Apabila sudah ada satu aplikasi yang tersemat dan ia cukup membantu satu-dua tugas sederhana, cukup satu aplikasi ini yang tersemat. Sebagai contoh, ketika sudah ada aplikasi pesan instan WA, mencukupkan diri dengan WA saja, tidak terpasang LINE atau layanan serupa lainnya. Begitu pula beberap aplikasi untuk pelbagai tugas lainnya. Faedahnya begitu berlebih, pernak-pernik di dalam ponsel lebih ringkas terorganisasi rapi. Di sini, kami menyampaikan selera pribadi kami, belum tentu serupa dengan Anda, dan bukan masalah, kok. He he he.
Ponsel lawas berbasis iOS masih kami gunakan untuk menunjang aktivitas keseharian. Lantaran memaksimalkan satu tugas diwakili oleh satu aplikasi, pengisian daya satu hari sekali pun mencukupi—alhamdulillah. Tiada perlu membeli ponsel atau gawai terbaru hingga memang benar-benar genting memerlukannya—insyaallah. Selama masih ada pembaruan sistem operasi, sudah lebih dari cukup. Apabila sistem sudah tidak didukung, selama masih dapat digunakan (beberapa aplikasi masih menyediakan dukungan), ‘bertahan’ memiliki maslahat yang lebih banyak, he he he.
Selain perihal kuantitas aplikasi yang perlu direduksi, untuk mengoptimalkan efisiensi daya tahan baterai, perbanyak menonaktifkan notifikasi. Saya pribadi merasa terdistraksi bila terlalu banyak notifikasi. Ketika perangkat/peranti terlalu banyak atau sering menotifikasi, kinerjanya pun makin berbeban. Dengan demikian, tidak hanya daya tahan baterai yang terkuras, ponsel Anda pun akan cukup terasa lelet saat digunakan. Tidak semua notifikasi benar-benar Anda butuhkan.
Tidak ada salahnya me-mute untuk beberapa grup pesan instan atau memnonaktifkan notifikasi aplikasinya sementara waktu. Jangan sungkan mohon izin ke luar grup, apalagi grup yang jarang aktif. Ponsel Anda adalah sepenuhnya hak Anda, dan Anda-lah yang mengetahui kadar diri Anda selaku si empu ponsel.
Kiat Produktif di Rumah
Tentu, dalam hal ini, antarindividu memiliki karakteristik bekerja yang berlainan. Pada poin ini, saya sekadar menambahkan alternatif saran—yang barangkali dapat dipertimbangkan pembaca. Berbicara WFH, insyaallah, dihiasi dengan pelbagai suka-duka. Bermacam-macam, ada yang memang dapat fokus bekerja secara remote ini, ada pula sebagian pekerja yang tidak jarang terdistraksi oleh pernak-pernik yang berada di dekatnya—masyaallah. Apa pun itu, kita tetap tidak dapat melupakan bahwa WFH ini memang tidak jauh berbeda dengan aktivitas bekerja yang ‘sesungguhnya’. Oleh karena itu, biasanya hal ini dimulai dari menentukan target/tujuan/goals dengan perencanaan dan jam kerja yang memadai.
Tujuan tetap diperlukan agar kita dapat fokus pada apa yang dikerjakan. Hal ini mengingat kembali bahwa bisa jadi distraksi di dalam rumah lebih banyak daripada di kantor. Tugas dikerjakan sesuai tujuannya, dan jangan sampai menundanya. Sekali teringat, langsung dikerjakan. Apabila belum sampai tenggat sudah jadi, dapat disimpan dahulu ke dalam layanan cloud yang dilanggani.
Lantaran bejibun distraksi tersebut, elok setiap tugas pekerjaan dilaksanakan sesuai waktunya. Apabila masih tidak memungkinkan, disiplinkan diri pada fokus ‘menyelesaikannya’, tidak lebih. Hal ini sangat berlaku bila tugas harian Anda per pekan sudah terskedulkan dengan saksama. Apabila sekarang sudah hari Rabu, mengapa masih mengerjakan tugas Selasa yang sudah selesai?
Pelbagai fokus kerja pun tidak perlu dipenati. Dikerjakan semampu dan semaksimal kita. Jujur saja, Anda bekerja di rumah saat ini lebih dapat disyukuri, bukan? Stres yang biasanya dialami di tempat kerja dapat direduksi atau diminimalisasi. Bersyukurlah!
Selamat bekerja di … dari rumah! Hayyaakumullah (semoga Allah Menguatkan Anda semua). Sehat selalu untuk Anda dan keluarga!