‘E-Books’ Bebas-Akses ⭐
Diterbitkan pada dalam Blog.
Tidak terasa masa karantina di dalam rumah (yang digaungkan pemerintah melalui tagar #DiRumahSaja) telah memasuki bulan ketiga. Sungguh waktu yang tidak sebentar untuk banyak orang, apalagi bila diminta berlama-lama di dalam rumahnya. Baik teman-teman yang dapat bekerja dari rumah (work-from-home, WFH) maupun teman-teman yang masih memiliki kewajiban di luar rumah, keduanya tetap dianjurkan untuk lebih banyak berada di rumah. Hal ini memang mesti dilakukan, di samping menaati pemerintah (sebagai salah satu ikhtiar mengurangi penyebaran pandemi COVID-19), sekaligus untuk menghargai segenap tenaga medis dan aparatur pemerintah yang telah bertugas siang-malam agar kita Dijaga-Nya dari virus Corona—virus penyebab pandemi ini. Mari kita bantu mereka dengan banyak/tetap di rumah.
Tentu saja beragam aktivitas telah dilakukan di rumah. Yang sebelumnya belum pernah dilakukan pun, bisa jadi tersempatkan untuk di-sentuh. Entah apa pun itu, dari sekadar hal-hal ringan yang dapat terwakili sebagai hobi baru hingga sesuatu yang berat dan benar-benar baru di tengah memasuki masa New Normal ke depan. Saya termasuk orang yang tidak mempermasalahkan istilah ini; sekadar istilah duniawi yang masih dibolehkan (sah-sah saja). Dari berberes rumah, berkebun, hingga sekadar duduk-duduk di ruang tamu merupakan aktivitas yang terus berulang dari hari ke hari.
Bosan? Mungkin istilah tepatnya adalah membiasakan diri dengan hal baru. Namanya juga Normal-Baru, beberapa aktivitas yang baru yang dimulai dan cukup timpang daripada aktivitas sebelumnya. Pada saat ini, kita meramunya setahap demi setahap. Salah satu aktivitas, yang barangkali juga Anda lakukan di dalam rumah, bagi teman-teman yang ber-WFH, adalah membaca buku/kitab. Baik yang sudah dibaca maupun yang belum terbaca, sense-nya memang berbeda untuk menyentuh buku-buku saat pandemi ini. Bukan tanpa sekbab, sekalipun ponsel/gawai yang terus-menerus terhubung internet menyajikan banyak hal informatif, buku-buku/kitab-kitab masih belum dapat tergantikan.
Siapa sangka, banyak buku/kitab di dalam rak belum tuntas dibaca. Bisa jadi, persentasenya lebih besar untuk yang belum dibaca daripada yang sudah. Atau bahkan, ada yang belum dibuka bungkus plastiknya (semenjak dibeli dari toko buku)? Masyaallah, rupa-rupa kita memperlakukan buku, tidak sedikit membilang bahwa jamak buku tidak jarang sebagai pajangan. Hal ini saya akui secara pribadi, tidak sedikit buku yang belum selesai dibaca. Tidak dapat dikata bangga pula sekadar memiliki buku pajangan. Bahkan, cenderung malu bila ada tamu/teman mau membaca atau meminjam buku, sedangkan saya masih enggan meminjamkannya lantaran belum paripurna mengkhatamkannya—sedih.
Ada yang masih menggemari menyibak lembar kertas (halaman demi halaman) secara fisik, ada pula sebagian orang yang sudah beralih menggunakan peranti pembaca buku elektronik. Ada yang menyukai buku-buku tebal—seperti saya, ada pula menggemari buku ringkas padat berisi. Saya pribadi lebih menyukai buku fisik, yang dapat tersapu halus dengan jemari yang sejatinya gemas ingin menakar ketebalan tiap lembar kertasnya. Senang sekali dengan gaya old-school ini. Masih bisa merasa asik dengan buku fisik.
Buku fisik tampak lebih mantap di dalam genggaman tangan. Dari bau kertasnya, vibrasi diri dari memegang tiap lembar halaman demi halaman, hingga sekadar memastikan sampul depan-belakangnya dalam keadaan terkover dengan baik/rapi. Sampul tambahan ini biasanya berbahan plastik, atau bahkan kertas payung berwarna cokelat muda, menyelimuti/menutupi seluruh bagian sampul. Cenderung saya minta tolong penjaga toko buku untuk sekalian menyampulinya sehingga setiba di rumah tinggal dibaca. Ketika buku diberi sampul tambahan ini kotor, diasumsikan cukup mudah membersihkannya.
Bisa jadi, sampul tambahan rapi membungkus. Namun, bukan berarti jemari kita berhenti sampai di sana. Ada kala tidak jarang melipat beberapa halaman yang penting pada beberapa bagian ujung halaman, padahal sudah ada pembatas buku. Ah, pembatas buku sekadar dipandang sebagai alat bantu sampai di mana dibacanya, bukan? Belum perihal coret-coretan yang dibubuhkan. Kadang, garis bawah atau catatan tambahan dengan tinta hitam tidka malu-malu tergoreskan. Tidak jarang pula beberapa kalimat yang dirasa penting, atau sekadar mengandung rasa bahasa yang indah, berstabilo warna-warni sesuai kebutuhan.
Metode dan platform membaca buku tiap kita pun beragam. Ada yang masih menggemari buku fisik, ada pula yang sudah beralih ke buku nonfisik alias buku elektronik (atau e-books; saya barangkali sering menyebutnya sebagai bukel, kependekan dari ‘buku elektronik’). Banyak pihak telah menyediakan buku elektronik di dunia maya. Ada yang gratis, ada pula yang berbayar. Yang gratis dari mesin pencari, lebih-lebih telah berwujud dalam format berkas PDF, biasanya masih abu-abu, tidak jelas apakah itu legal ataukah tidak.
Ada yang legal, tetapi sayang sekali masih ada pula yang didistribusikan secara ilegal. Saya pribadi mewanti-wanti adik-adik mahasiswa untuk berikhtiar secara maksimal terlebih dahulu mencari buku yang resmi, yang didistribusikan secara legal. Tidak dapat dimungkiri, begitu mudah kita memeroleh PDF buku-buku hanya melalui mesin pencari, apalagi kata kunci mesin pencari sangat mendukung penelusuran untuk ragam berkas ini. Lebih-lebih, apabila ditelusuri dari dalam dark-web, sangat perlu dihindari. Tidak jarang dikata gratis dari internet, tetapi berkas/dokumen PDF tersebut ternyata disusupi sesuatu maka membuat mudarat berlebih. Jadi, elok tetap waspada.
Pembajakan buku masih marak. Tidak sedikit para penulis buku mengetahuinya, hal ini tentu membuat mereka merasa bersedih. Harga yang tidak seberapa untuk sebuah buku semestinya tetap kita apresiasi dengan membelinya secara resmi. Menulis sebuah buku itu tidak mudah. Ada banyak alur yang perlu dilalui, dan acap tidak semulus yang dibayangkan. Toh untuk versi gratis (bebas akses) dan tetap menaati legalitas yang ada masih berlimpah di internet. Perhatikanlah jalur dan lisensi pendistribusiannya. Beruntung kini lebih banyak bukel resmi berlisensi terbuka. Tidak ada alasan untuk membaca buku elektronik bajakan!
Saya pribadi memang mendukung kebebasan pengetahuan untuk diakses siapa pun, tetapi tetap dalam koridor yang semestinya. Kita hormati norma dan hukum yang berlaku di mana pun, lebih-lebih di dunia maya. Entah buku (baik fisik maupun elektronik), perangkat lunak (software), atau apa pun itu, elok diupayakan digunakan/diakses dalam keadaan baik (sesuai ketentuan lisensi yang disertakannya). Kita apresiasi/hargai penulisnya/pengarangnya, ya.
Ada banyak platform legal yang melayani penyediaan buku elektronik secara resmi melalui aplikasi yang didukung oleh beberapa sistem mobile populer, mari kita faedahi. Perusahaan teknologi terkemuka Apple memiliki Apple Books (sebelumnya iBooks) untuk iOS, iPadOS, dan macOS. Unit usaha perusahaan Alphabet, yakni Google, memiliki Play Books untuk Android, Chrome,web-app, dan sistem lainnya. Begitu pula dengan Amazon, mereka sangat masyhur dengan peranti dan aplikasi Kindle yang berjalan pada banyak sistem operasi seperti Play Books. Kalau di Indonesia, ada aplikasi Gramedia Digital dari Kompas-Gramedia.
Saya pribadi menggunakan Apple Books dan Kindle untuk bacaan umum, sedangkan Play Books khusus untuk akses referensi telaah Islam dari penerbit Oase Media (penerbit majalah AsySyariah). Apple Books lebih nyaman untuk bacaan-bacaan klasik. Omong-omong, beberapa pekan terakhir, Apple telah menyediakan dukungan bagi siapa pun penulis untuk berkreasi dengan tulisannya dan menerbitkan buku melalui platform mereka secara mandiri. Walaupun masih baru tersedia dan melayani karya dalam bahasa Inggris, patut diapresiasi atas apa yang dilakukan Apple untuk menghargai kreativitas para penulis buku. Sila tengok laman authors.apple.com untuk keterangan lebih lanjut.
Beberapa tahun terakhir, dalam Kindle milik Amazon, saya bergembira. Hal ini lantaran kita dapat membaca referensi Islam secara sahih dari toko bukunya, terutama ditulis oleh salah satu asatiza di Barat, yakni Ustaz Moosaa Richardson—semoga Allah senantiasa Menjaga beliau. Tidak jarang tim beliau menawarkan promo bebas akses untuk beberapa bukel dalam kurun waktu tertentu—masyaallah. Kecenderungan gratis untuk versi elektroniknya (diakses dari Kindle). Untuk paperback, masih berlabel harga, tetapi tetap worth it untuk dibaca. Saya sangat berhati-hati (strict) untuk bacaan yang mengatasnamakan telaah Islam.
Pada tulisan ini, saya menandaskan Kindle sebagai medium membaca bukel lantaran platform milik Jeff Bezos ini sangat dikenal robust dan sering lolos dalam keadaan baik oleh para pencinta buku. Saya pribadi tidak menggemari Amazon, kecuali Kindle dan layanan teknologi komputasi awan canggih Amazon Web Services (AWS) mereka. Well, tidak jarang orang menulis dan menerbitkan bukel secara independen di Amazon. Lantaran bukel, tentu diharapkan tersedia pula untuk peranti atau aplikasi Kindle. Salah satu faedah bukel Kindle adalah kita dapat berbuat banyak hal darinya, seperti seolah memperlakukan buku fisik sungguhan, dari corat-coret beberapa bagian hingga membuat beberapa markah sekaligus.
Alih-alih sebuah perangkat, dapat dikata bahwa Kindle sendiri memang berwujud peranti atau device (“divais” gawai khusus membaca buku) dan aplikasi. Peranti elektronik yang dimaksud dikenal sebagai “Kindle ebook-reader” atau “Kindle e-reader” (peranti baca bukel Kindle). Ia sejatinya berbasis Android, dengan kustomisasi atau modifikasi khas dari Amazon khusus menyajikan bukel asli, resmi, dan legal—di bawah payung distribusi mereka.
Peranti Kindle tentu berbeda dengan produk gawai Amazon yang lain, yaitu tablet (sabak digital) Amazon Fire. Gawai Fire lebih seperti komputer tablet pada umumnya, ia dipenuhi dengan pelbagai layanan khusus dari Amazon (tidak sekadar/sebatas bukel). Dengan Fire, Anda dapat berselancar di dunia maya dan mengakses YouTube, tetapi tidak menutup kemungkinan Anda pun dapat menikmati sesi membaca bukel melalui aplikasi Kindle yang terpasang secara default.
Peranti Kindle sendiri sudah banyak digunakan oleh orang Indonesia. Tidak jarang mereka membeli di luar negeri (biasanya di Singapura atau asal negeri tempat kelahiran Amazon, yaitu Negeri Paman Sam), atau memesan secara daring dari lokapasar lokal. Tidak jarang ia dijual oleh beberapa orang dalam keadaan second-use/hand (bekas), tetapi masih dalam keadaan baik (baterai masih dapat bertahan lama, kapasitas penyimpanan lega untuk memuat ratusan buku). Sayang sekali, ulasan perihal peranti Kindle terasa masih kurang di lokapasar populer dalam negeri.
Terlepas dari bagaimana perantinya, toh kita masih dapat menggunakan layanan Kindle melalui platform favorit keseharian kita. Dari iOS/iPadOS hingga Android, tanpa peranti gawai Kindle, kita masih dapat membaca gratis banyak bukel Amazon. Aplikasi Kindle ini tersedia secara cross-platform (lintas ‘sistem’). Dalam arti, kita dapat akses bahan bacaan (dari akun Kindle kita) dari perangkat mana pun. Serbaneka coretan dan markah Anda pun tersinkronisasi sedemikian rupa—masyaallah.
Bagaimana bila tanpa perlu pasang aplikasi? Tenang, Anda pun masih dapat membaca bukel terakhir Anda via laman read.amazon.com. Legal, ‘kah? Tentu, Amazon menjamin legalitasnya. Hal ini lantaran setiap buku yang tersaji di sana perlu mengarungi belantara regulasi yang tidak kalah pelik. Namun, di Amazon, regulasinya cukup mudah dan singkat—sepanjang kita menaati ketentuan yang mereka berlakukan. Bagaimanakah dengan ketersediaannya, apakah sungguh berlimpah? Sangat—insyaallah. Hanya saja, kita memang perlu presisif atas bacaan-bacaan kita. Pikiran dan daya energi kita amat berbatas, memilih bahan bacaan secara hati-hati adalah tidak kalah bijak—insyaallah.
Berikut beberapa referensi layanan situs yang dapat ditautkan untuk mendukung bahan bacaan berbasis bukel di Kindle. Situs yang tersaji berikut berasal dari luar layanan Amazon. Berulang kali, dimohon bijak ketika meramban. Berhati-hatilah ketika mengeklik sesuatu. Lantaran bukan dari Amazon, tentu tidak terlalu maksimal didukung Kindle. Namun, paling tidak, situs-situs lumbung bukel berikut nanti dapat dijadikan alternatif penambah pustaka Kindle Anda. Atau bahkan, sekalipun tidak dijadikan bahan pustaka dalam Kindle, Anda pun masih dapat membaca-bacanya via peramban web Anda—sesuai format yang disediakan.
Tidak jemu-jemu saya mengingatkan: bacalah serbaneka ketentuan yang diberlakukan, salah satunya perihal soal lisensi dan pendistribusian ulang (apakan diizinkan atau tidak) dari bukel yang didapat. Tidak jarang kita memeroleh pula versi PDF bukel tersebut, tetapi seringkali diberi ketentuan agar untuk diakses pribadi. Dalam arti, tidak diizinkan didistrisbusikan ulang atau tidak dibagikan kepada pihak lain (sekalipun bukan untuk tujuan komersial). Elok kita berupaya kuat untuk menghargai apa yang telah disebutkan dalam code-of-conduct penyedia bukel tersebut. Respekilah mereka!
Secara umum, jamak toko bukel (cenderung) mendukung format EPUB/ePub (.epub). Format yang umum/populer digunakan khusus untuk bukel. Tidak sedikit aplikas pembaca PDF telah mendukung penyajian konten berkas/dokumen dalam format ini. Namun, peranti dan aplikasi Kindle mendukung format yang lain, yaitu MOBI (.mobi)—sebelumnya juga mendukung format PRC (.prc). Biasanya, format yang didukung tidak berbatas beberapa format yang disebut ini saja, tidak jarang ditawarkan dukungan format umum selaik .pdf. Hanya saja, apabila untuk Kindle, tolong pastikan formatnya memang benar-benar didukung Kindle. Ada kala memang .mobi atau .pdf, tetapi bukan untuk Kindle. Kita taati ketentuan penyedianya.
Tidak salah, tidak selalu dididukung (sekalipun mendukung). Seperti format dokumen Word (.docx) yang belum tentu terbaca dengan baik melalui aplikasi perkantoran lain, sekalipun disebutkan: mendukung format tersebut. Ada mungkin format .mobi kurang kompatibel, tetapi dominan masih ini. Hal ini lantaran format yang digunakan Kindle terkini, terutama dari toko resminya (Kindle Store), adalah kd8. Format ini memang spesial dirancang dan di-enrichment Amazon guna mendukung multimedia dalam bukel Kindle. Tidak perlu menghafal semua format bukel ini, selama berkas/dokumen masih dapat di-send-to atau di-open-with Kindle, besar kemungkinan Anda dapat menikmati sesi panjang membaca bukel pilihan dengan Kindle, baik melalui aplikasinya maupun perantinya.
Peroleh dari Toko Resminya: Kindle Store
Kiat terbaik, teraman, dan teraman adalah tentu kita dapatkan bukel untuk Kindle langsung dari toko resmi yang dikelola Amazon. Pada laman toko bukunya, temukan tautan “Bestsellers in Kindle Store”, kemudian sila klik “Top 100 Free”.
Berlimpah Bukel dari Project Gutenberg
Sayang sekali bila kita melewatkan yang satu ini. Project Gutenberg dikenal luas sebagai penyedia bukel berkualitas, terutama untuk genre karya-karya klasik (yang telah menjadi bagian domain publik) yang gratis. Maksud dikenal luas di sini adalah ia nyaris terlalu sering disebut sebagai penyedia bukel top di internet. Dengan kata lain, di atas 80% penggemar bukel merekomendasikan Project Gutenberg.
Bukel dari Gudang Arsip Internet (Internet Archive)
Kita mengenal Internet Archive sebagai organisasi nirlaba/nonprofit penyedia layanan pustaka digital dalam banyak format berkas, dari teks hingga audio/video. Misi yang diembannya adalah membebaskan siapa pun untuk dapat mengakses pengetahuan, tidak terkecuali bukel.
Bukel yang terdapat di sana pun tersaji dalam pelbagai format bukel, salah satunya bukel berformat .mobi yang tentu saja dimungkinkan kompatibel dengan Kindle. Tidak selalu ada, sih, tetapi jamak available dalam .mobi (untuk Kindle).
Perpustakaan Terbuka: Open Library
Ini dia salah satu pustaka karya-karya klasik yang tidak kalah besar dari Project Gutenberg. Open Library sendiri di bawah payung Internet Archive sehingga tidak diragukan lagi ketersediaan karya-karya klasik yang ada. Ya, khusus klasik.
Bacaan Bagus di Goodreads
Goodreads dikenal sebagai tempat berkumpulnya para penggila buku. Antarpengguna berbagi ulasan, resensi, bahkan rekomendasi. Lantaran mengedepankan komunikasi di dalam komunitas antarpembaca, tidak jarang insights antarmereka begitu mendalam. Guna memenuhi kebutuhan penggunanya, mereka menyediakan katalog bukel. Tidak ‘banyak’, tetapi dapat dijadikan mengobati rasa haus Anda untuk membaca buku—insyaallah.
Barangkali, baru senarai ini yang dapat dibagikan di sini. Dalam arti, senarai ini sekadar pengantar, jadi Anda dapat merujuk sumber lain di internet. Kindle di sini memang bukan keharusan, tetapi ia masih menjadi yang terdepan dan populer dalam ranah akses buku secara elektronik dan legal.
Sengaja redundant saya mengetik, cobalah untuk senantiasa memastikan legalitasnya, baik atas buku-buku elektronik yang tersimpan dalam gawai maupun hal lainnya. Kita berupaya sedapat mungkin menghargai dan mengapresiasi pelbagai karya orang secara lurus. Legal itu halal sehingga menenangkan hati—insyaallah.
Sila penuhi aplikasi atau peranti Kindle Anda dengan banyak bukel gratis dan legal yang tersedia. Apalagi, WFH di rumah merupakan momen yang pas untuk lebih banyak waktu bercengkerama bersama buku-buku. Saya pribadi memang masih gandrung dengan buku fisik alih-alih elektronik. Namun, mudah-mudahan senarai referensi dalam artikel ini dapat berfaedah bagi Anda.
Tanamkanlah dalam diri Anda: tiada hari tanpa membaca buku—insyaallah, ada banyak faedahnya. Khusus untuk referensi islami, elok mempercayakan pada sumber yang dapat dipercaya—insyaallah; hindari kitab-kitab yang tidak direkomendasikan oleh Ulama Kibar dari Arab Saudi, carilah yang autentik. Selamat membaca buku/kitab!