Sungguh, Tidak Perlu Membajak!
Diterbitkan pada dalam Blog.
Lebih dari 15 tahun lampau, saat kami belajar menggunakan sistem operasi ber-kernel Linux, tidak terkecuali sempat pernah menggunakannya di salah satu warung internet (warnet) di Kota/Kabupaten Karanganyar, teringat ngeri-nya mendapati kabar perihal sweeping yang dikabarkan telah dilakuan oleh aparat penegak hukum di beberapa kota besar, terutama di Pulau Jawa, tidak terkecuali di Keresidenan Surakarta. Saat itu, harga lisensi Microsoft Windows® masih jauh dikata murah, sedangkan hukum hak atas kekayaan intelektual (HAKI) telah disahkan sedemikian rupa. Penegakkannya pun luar biasa dikabarkan, alhamdulillah tidak mendapati kabar kericuhan. Alhamdulillah, warnet-warnet kami tidak pernah di-sweeping sebab kami berupaya mengikuti arahan yang sedang diberlakukan saat itu.
Mau tidak mau, untuk mengatasi lisensi Windows yang masih belum bersahabat kala itu, warnet-warnet kami pun bermigrasi ke sistem Linux. Barangkali, tetap ada sistem Windows genuine di salah satu PC, tetapi selainnya jamak dipasang Linux. Salah satu distribusi Linux yang jamak digunakan oleh sebagian warnet adalah ZenCafe. ZenCafe, dikreasi oleh Pak Anjar Hardiena, yang diturunkan dari Zenwalk. Distro yang berasal dari (dikembangkan di) Prancis ini merupakan salah satu turunan Slackware yang cukup ramah pengguna. Pak Anjar memoles ZenCafe dengan ciamik, sangat ringan (lightweight) dengan antarmuka tampilan yang nyaman bagi pengguna yang berasal dari dunia Windows. Hal ini tentu makin menyenangkan bagi kami penggila Linux dan open-source, lebih-lebih sebagai sistem default untuk warnet (yang terhubung dengan internet terus-menerus).
Kami, sejatinya, menggunakan Linux, selain dalih untuk belajar pada mulanya, juga merupakan salah satu wujud menghargai lisensi software lainnya. Sama sekali tidak ada kata perang terhadap Microsoft (dan Windows mereka). Manasuka Microsoft mendistribusikan Windows di bawah lisensi tertutup dan komersial, sepenuhnya hak mereka. Tiada masalah soal itu. Selama dapat membeli lisensi yang dilekatkan, tentu tenang saat menggunakan Windows. Esensinya justru bagaimana kita menghargai sistem operasi dari perusahaan yang berlokasi di Redmond, Washington, Amerika Serikat, tersebut, dan/atau sistem-sistem proprietary lainnya. Lebih-lebih, terilis nasihat atau fatwa dari segenap ulama, terutama di Arab Saudi, bahwa kita teramat dilarang menggunakan perangkat lunak bajakan. Sebagai muslim yang baik, elok kita taati hukum yang berlaku (yang telah dikonstitusikan oleh pemerintah), dan semaksimal mungkin berlaku adil kepada siapa pun (sekalipun terhadap produk nonmuslim).
Alhamdulillah, kekinian, teramat berbeda dengan satu dekade lebih yang lalu. Kita dapat dengan mudah membeli lisensi orisinal sistem operasi Windows. Bahkan, tidak jarang, sistem yang telah memfinalkan diri dengan nomor versi 10 ini jamak telah tersemat di dalam perangkat laptop ataupun desktop di toko-toko elektronik retail tepercaya. Terbilang praktis dan murah. Jadi, sekali lagi, tiada masalah dengan Windows sepanjang memang sistem ini dimiliki dan digunakan dalam keadaan bersama lisensi resmi yang disematkan.
Tidak hanya Windows, kita pun perlu berhati-hati dengan software lainnya, yang masih populer di tengah masyarakat. Sebagai contoh produk software SPSS dari perusahaan multinasional IBM. SPSS ini memang sungguh luar biasa, dengan Izin-Nya, ia teramat membantu pemecahan pelbagai permasalahan statistika. Luaran pengolahan data statistiknya pun terbilang sangat mudah dipahami. Lagi-lagi, sayang sekali, ia masih terbilang tidak murah. Seperti halnya Linux yang dapat menjadi alternatif untuk Windows, SPSS pun bukan satu-satunya perangkat lunak yang teramat berguna dalam dunia statistika. Terdapat bahasa pemrograman R dan Python yang terbilang tidak kalah canggih dengan apa yang dilakukan SPSS. Barangkali, memang membutuhkan waktu untuk membiasakan diri, tetapi sungguh R-Python yang tergolong open-source ini rasanya sudah dapat mencukupi kebutuhan metoda statistika harian kita, terutama dalam ranah penelitian kuantitatif. Adakah di antara Anda yang menggunakan R-Python?
Tentu kita sangat mengenal jajaran produk dari perusahaan perangkat lunak yang berfokus pada olah grafis. Mana lagi kalau bukan Adobe. Barangkali, sampai sekarang pun, dengan pelbagai varian dan versi yang rutin diriliskan nyaris pada tiap tahunnya, Photoshop beserta aplikasi khas mereka lainnya menjadi primadona. Sayangnya, lagi-lagi, lisensi yang melekat dapat dikata masih kurang menyamankan, terlebih bagi teman-teman mahasiswa. Namun, terima kasih kita kepada perusahaan yang bermarkas pokok di San Jose, California, tersebut, mereka merilis beberapa produk dan layanan kekinian menjadi cukup terjangkau, terutama untuk versi mobile (iOS atau iPadOS). Metode pembayaran bulanan bisa jadi memang cukup membantu sebagian kita, terlebih masih dapat berhenti berlangganan bila belum lagi diperlukan. Tidak masalah dengan ongkos langganannya, kita pun masih dapat menikmati layanan dan fitur pengolah banyak hal grafis dari perusahaan yang tidak kalah lama telah berdiri ini.
Sekelas pengkreasian logo, maskot, nama/peristilahan, atau penanda sebuah jenama (brand) pun, tetap kita perlu berbijak diri guna berhati-hati. Tidak setiap fonta/fon yang digunakan pada logo jenama adalah dengan bebas digunakan. Kita mesti perhatikan dari manakah fon tersebut diperoleh, apakah dari perangkat lunak perkantoran yang cenderung bersifat komersial, apakah dari repositori gratis dari dunia maya (pun elok dicermati pula, jangan-jangan memang gratis, tetapi tidak diizinkan digunakan untuk ranah komersial). Jamak disarankan lebih elok bila mengkreasi fon secara mandiri dengan perangkat lunak grafis yang menunjang. Hal ini pun belum perihal sapuan warna yang digunakan bersama fon tersebut, belum bentuknya secara menyeluruh, belum barangkali ada citra/gambar tambahan yang disematkan. Barangkali, aman saat ini, tetapi siapa yang dapat menjamin akan baik-baik saja kemudian hari. Semua ada regulasinya, semua perlu disaksamai dengan penuh kehati-hatian. Acap waspada adalah lebih elok daripada tidak sama sekali, bukan?
Setali tiga uang dengan perangkat lunak, produk buku pun dilindungi oleh undang-undang. Di dalamnya, terdapat HAKI dari individu/grup penulis yang patut diapresiasi atas buah kerja keras pemikiran yang telah mereka tuangakan ke dalam buku-buku tersebut. Sedihnya, sudah jelas-jelas ternyatakan pada bagian sampul dan halaman depan buku bahwa siapa pun dilarang mengopinya tanpa seizin penerbit. Terlepas dari perjanjian royalti dengan penulis/pengarang, penerbit berhak memperoleh kedudukan di dalam hukum bila ada pelanggaran yang terjadi—wallahul musta’ān. Kalau kita berada pada sisi penulisnya, barangkali berbeda sense-nya, sang penulis telah berikhtiar sedemikian rupa, meramu lempengan-lempengan kata yang disusun (sangat boleh jadi) tidak dalam waktu yang singkat. Terkecuali, antara penulis dan penerbit memang telah bersepakat untuk dibolehkannya didistribusikan di luar penerbitan, misalnya (sekadar contoh) dengan tambahan salah satu ketentuan lisensi dari CreativeCommons (yang dikenal mendampingi produk-produk guna didistribusikan secara terbuka dan meluas).
Masyaallah, kami pun di sini tidak bermaksud menggurui, lebih-lebih sok-suci. Masih sama-sama berikhtiar agar dapat menggunakan produk-produk yang asli, legal, halal, sama sekali bukan produk bajakan. Namun, kita (dan sekaligus mengajak pembaca) dapat berupaya meminimalisasi pembajakan dan penggunakan produk bajakan, baik perangkat lunak, buku-buku (baik dalam versi cetak fisik maupun elektronik), audio rekaman yang terdisribusi di bawah label rekaman, maupun serbaneka rupa produk lainnya, secara bersama-sama. Sekalipun itu merupakan karya yang barangkali kita sangat genting memerlukannya guna kepentingan penulisan karya tulis ilmiah, elok kita berhati-hati dan mengambil jalur lurus semaksimal kita. Terkadang, baik sengaja maupun tidak sengaja, kita melanggar hak orang lain. Ada di antara kita yang dapat menjamin bahwa diri masing-masing kita terbebas dari melanggar hak orang lain sedikit pun? Paling tidak, dengan menghargai hak orang atas produk mereka sesuai ketentuan yang disepakati, kita telah berupaya untuk menanam kebaikan di dunia ini (untuk kemaslahatan bersama)—atas Izin-Nya.
Toh masih banyak jalan menuju Makkah, bukan? Masih banyak kiat yang dapat diikhtiari. Seperti halnya apabila kita membutuhkan buku-buku kreasi segenap profesor di luar negeri, masih banyak versi buku elektronik mereka yang cenderung lebih murah (lebih-lebih teramat mudah didapati di toko buku elektronik resmi, baik lokal maupun internasional). Kalaupun masih belum dapat mengikhtiari buku elektronik, jurnal-jurnal ilmiah yang bersifat terbuka, yang tentu saja menyediakan artikel-artikel ilmiah yang dapat diakses secara terbuka dan gratis, masih terbilang berlimpah ruah. Buku-buku lawas yang sudah lebih dari 50 tahun, bahkan sudah dikategorikan sebagai bagian dari domain publik pun ada, dan masih dapat kita manfaatkan (terlebih bila ingin mendapati karya-karya monumental terdahulu). Syukur kita kepada-Nya atas keberadaan teknologi internet, berlimpah benefit yang kita dapat. “Terima kasih, Allah!”
Mungkin memang jamak akademisi dan peneliti pun mendorong siapa pun guna merujuk pada jurnal-jurnal ilmiah terbarukan (tidak sedikit yang stritch: maksimal 5 tahun dari tahun diterbitkan). Hal ini dimaksudkan agar perbendharaan cakrawala wawasan wacana kita makin terbarukan dari waktu ke waktu. Novelty bukanlah segalanya, ini sekadar salah satu ikhtiar agar kita terus belajar, bertumbuh, dan berkembang. Luar biasanya, melalui medium daring yang ada, yang dapat dimanfaatkan oleh siapa pun, kita dapat terus menulis, meneliti, dan berupaya terus-menerus (atas Izin-Nya) meniti kemajuan bersama.
Yuk kita hargai pelbagai karya dan hak orang lain semampu kita, dengan memperhatikan dan memenuhi kebutuhan lisensi dan/atau ketentuan yang diberlakukan! Mari terus berupaya agar kita tidak bermudah-mudahan dengan produk-produk bajakan (yang notebene melanggar hukum). Sekelas membajak sawah pun masih perlu diperincikan sawah siapa yang dibajak. Alih-alih kita mencari aplikasi crack yang tersebar di dunia maya guna menggunakan salah satu atau dua perangkat lunak, alangkah elok kita berupaya mencari versi alternatifnya yang lebih nyaman bagi semua pihak, barangkali terdapat aplikasi yang tidak kalah serupa yang free dan open-source (yang malah dapat kita pelajari source-code-nya dan turut berkontribusi dalam pengembangannya lebih lanjut—masyaallah). Tidak perlu terkesima dengan berkas/dokumen PDF salinan dari buku-buku penting ternama yang acap dijadikan induk (babon) rujukan. Bersabarlah, masih ada banyak jalan menuju kebaikan bersama!