Mengobrol soal Pemasaran Digital ⭐
Diterbitkan pada dalam Blog.
Alhamdulillah, perkembangan zaman di dunia ini begitu cepat berputar. Teknologi makin ditingkatkan dari waktu ke waktu. Hingga pada muaranya kita bersua di dunia maya internet. Sebelumnya, orang menggunakan internet sekadar menunjang komunikasi antarperangkat komputasi. Hal ini ditandai dengan pemanfaatan internet awal mula guna berkirim-terima pesan siaran (broadcast) dan bersurel ria. Padahal, teknologi telepon seluler masih dalam rupa embrio saat itu, mungkin dapat bertelepon suara dan berkirim pesan teks, tetapi masih sangat berbatas sebelum era ’90-an. Masyaallah, alhamdulillah, dari dekade ke dekade, teknologi di baliknya terus-menerus dikembangkan sedemikian rupa.
Jamak orang pun menggunakan perangkat/peranti bergerak (mobile) kekinian. Nyaris tiada lagi orang yang menggunakan ponsel “lawas” (featured-phone), mayoritas telah menggenggam iOS dan Android dan membersamai aktivitas keseharian mereka. Hampir-hampir orang yang sedang memegang ponsel atau gawai tidak tahu bahwa perangkat/peranti mereka memerlukan akses internet saat memfungsikannya. Tahunya tinggal langsung dapat digunakan untuk berkomunikasi, bermultimedia, serta melihat-lihat foto dan video yang terpampang pada layar sentuh benda elektronik yang acap dimasukkan ke dalam saku pakaian.
Hal tersebut menjadikan internet, atas Izin-Nya, menjadi konsumsi wajib. Alih-alih sebagian orang merasa kesal saat diketahui dompet tertinggal di rumah, kini menjadi lebih tidak rela bila ponsel/gawai yang tertinggal. Jamak memfaedahinya guna menunjang pelbagai kebutuhan berkehidupan, terutama berkomunikasi. Hal inilah yang menjadi dalih mengapa jamak kalangan pun memaksimalkan pemasaran barang-jasa melalui relung digital (digital marketing). Rupa pemasaran ini pun telah memasuki ponsel/gawai segenap pengguna internet. Tidak jarang dengan mudah didapati beberapa kiat bagaimana memaksimalkan mobile marketing guna mendukung aktivitas jual-beli (perdagangan).
Ketika berbisnis, terutama bisnis berbasis teknologi (mengembangkan aplikasi guna memecahkan permasalahan, yang acap ditampung dalam wujud produk perangkat lunak/aplikasi), seseorang tentu tidak sekadar memperhatikan mutu (kualitas) produknya. Strategi lain pun tidak kalah elok dijadikan skala pertimbangan utama, salah satunya adalah teknis pemasarannya. Namun, harap diingat, terutama perusahaan teknologi modern kekinian, tim pemasaran (marketing) dan tim penjualan (sales) merupakan dua entitas yang tidak serupa. Tiap tim tersebut memiliki kekhasan dan karakteristik kewenangan yang bervariatif, selaras dengan tupoksi yang dibebankan, meskipun ceruk keduanya sama-sama di lahan waring wera wanua. Lokapasar atau mengembangkan platform sendiri pun dilakukan oleh para pemilik bisnis, tidak terkecuali teknik pemasaran yang diaplikasikan.
Tidak dimungkiri bahwa pemasaran daring menjadi primadona. Tutorial teramat berlimpah, jamak gratis (ada juga yang berbayar); dibagikan/didistribusikan melalui platform jejaring sosial populer (kalau di Indonesia, masih seputar: WhatsApp [WA], Instagram, YouTube, dan [disusul] TikTok). Terutama ranah mobile, mau tidak mau perlu menjadi prioritas sentral segenap pemilik usaha, baik skala kecil maupun hingga besar. Hal yang perlu diperhatikan pada awal ketika memulai pemasaran digital adalah berkait dengan jenam dan penjenamaannya (branding).
Tentu saja, sebagai pebisnis, khalayak ramai (sebagai target pasar) perlu mengetahui apa dan bagaimana produk yang ditawarkan. Produk dengan jenama yang baik tentu akan dapat membantuk menentukan, insyaallah, strategi pemasaran yang baik, syukur sesuai sasaran yang ditetapkan. Produk perlu dikenalkan kepada masyarakat melalui program memperkenalkannya, dapat diistilahkan sebagai campaign program, yang praktis dan spesifik akurasinya. Perkenalan dengan jenama ini dapat ditakar dengan parameter key performance indicator (KPI). Lebih-lebih bila produknya adalah perangkat lunak (software) atau aplikasi yang dipublikasikan di toko aplikasi populer (App Store dan Play Store).
Guna mengukur kinerja pengenalan jenama produk, tenaga pemasar perlu memperhatikan dari banyak sisi secara berkala. Mulai dari sisi pengguna (user), seberapa aktif mereka akses informasi, unduh, dan memberikan umpan-balik, baik harian, pekanan, bulanan, hingga tahunan. Untuk hal tersebut pun, sejatinya perlu pengelolaan “alokasi” biaya (cost). Dalam pembiayaan, dapat diperincikan, dari penerimaan pengguna baru hingga seberapa banyak pengguna yang memasang (menginstal) pada perangkat mereka. Perlu distandarkan pula cost model yang bagaimana yang digunakan tim, bagaimana cost-per-click dan cost-per-mille (berdasar iklan yang diedarkan), cost-per-install, lalu cost-per-action dan efektivitasnya.
Berbicara mengenai dunia periklanan dan pengiklanan di jazirah maya, beribu yakin Anda pun sudah terbiasa dengan Google Ads dan Facebook Ads. Sejatinya mudah untuk beriklan. Bergantung pada beberapa hal, selain konteks produk yang dibisniskan. Pastikan dahulu di mana platform yang diinginkan peroleh pengguna/konsumen potensial dan teramat prospektif ke depannya, siapa saja pula yang menjadi basis utama sasaran pemasaran. Kalau marketshare-nya adalah kalangan remaja di Indonesia, barangkali Facebook bukan lagi menjadi primadona, alih-alihnya adalah TikTok, Instagram, YouTube (bukan Snapchat yang lebih populer di Amerika Serikat) misalnya.
Tidak kalah penting tentu saja ongkos iklan produk guna menggaet pengguna pun perlu ditakar impresinya. Tingkatan metrik klik (click-through rate) atas iklan tersebut dapat dijadikan pedoman putusan kebijakan teknis pemasaran berikutnya. Selain dari iklan, pengguna yang memasang dan mendaftar pada aplikasi, syukur sudah melakukan transaksi (bila berlayanan sejenis lokapasar atau toko daring), persentase konversi (conversion rate) pengguna elok tidak diabaikan. Lebih-lebih retention rate, pengguna memiliki frekuensi penggunaan aplikasi secara berlebih, tentu hal yang menjadi dambaan bersama, di samping juga perlu menelaah kadar persentase pengguna yang stagnan atau (bahkan) berhenti (sampai dilepas/uninstall) menggunakan produk (churn rate). Baik retention maupun churn, elok perlu disaksamai, hal ini mengingat penentuan kiat efektif berikutnya guna merangkul dan memaksimalkan engagement dengan pengguna.
Apabila pengguna telah memasang dalam perangkat dan melakukan pelbagai aktivitas, lebih-lebih terjadi transaksi secara frekuentif, di dalamnya, pemasar pun dapat memperkirakan/memprediksi nilai profitnya. Ada yang mengistilahkan hal ini sebagai life-time value. Kurva yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu ini tentu saja kurva yang baik bagi perusahaan. Tidak masalah barangkali sesaat turun ke bawah, tetapi mengalami kenaikan di kemudian hari. Sebab bersifat life-time, tentu tidak dapat diukur dari proses harian, tidak mengapa hingga berbulan-bulan dengan tetap memastikan bahwa kurvanya tidak terlalu melandai tajam. Sembari jalan, perlu dievaluasi biaya pemasaran yang telah dilakukan, baik dari segi efisiensi maupun efektivitas, yang diramu ke dalam kanal renturn on investment (ROI).
Pada subbagian ROI, perlu dievaluasi pula ongkos iklan yang dikeluarkan dan dikomparasikan dengan pemasukan yang diperoleh. Ini pun perlu didukung rerata revenue dari tiap pengguna (average revenue per user/ARPU) disertai perincian waktunya (harian, bulanan, dan seterusnya). Terutama untuk spesifik pengguna aktif harian, dapat dispesifikkan lagi di bawah ARPU. Kemudian, disimpulkan bagaimanakan efektivitas persentase engagement pengguna dalam proses pemasaran yang dilakukan. Hal terakhir ini (engagement), juga berkait dengan retensi dan ROI, barangkali sudah menjadi bagian pilar pokok perusahaan yang sudah cukup stabil (kalaupun masih rintisan/startup, sekalipun belum exit atau IPO, ia merupakan cita-cita terbesar perusahaan).
Persiapan Tim Pemasar
Lumayan juga (kuantitas aktivitas) bila kita berkecimpung di dunia pemasaran digital untuk ranah mobile. Secara teoretis, barangkali sebagian besar mengimplementasikan beberapa hal teknis tersebut. Insyaallah, poin-poin yang ada mudah untuk dilakukan. Tentu saja, jamak hal tidak sulit diaplikasikan bila tidak dikerjakan seorang diri, alias bersama tim yang memiliki values (nilai rasa) yang tidak kalah serupa guna memajukan perusahaan. Tidak selalu anggota tim merupakan talenta-talenta yang luar biasa di awal, semuanya dapat ditempa beriring waktu berjalan.
Ada kala satu anggota tim kurang menguasai satu keterampilan. Namun, sebab terus berproses dan belajar, ia pun sampai pada tingkatan lebih dari mahir untuk keterampilan tersebut. Beberapa keterampilan yang perlu dimiliki (dan berkenan dipelajari) oleh tim pemasaran digital, di antaranya: dapat berkolaborasi (bekerja sama dalam tim), berkenan belajar hal-hal teknis (dari mengoperasikan hal-hal sederhana berkait dengan komputasi keadministrasian atau sudah terlalu terbiasa dengan dasar-dasar pengoperasian komputer/gawai, hingga syukur terbiasa mendesain grafis—tanpa perlu acap bergantung pada tim design di bawah engineering/development yang cenderung berfokus pada desain UI/UX), berdaya analitik (memiliki kemampuan analisis) dan dapat membaca visualisasi data (sebab jamak hal akan tersaji dapat persentase data yang dapat membantu mengambil putusan/kebijakan berikutnya), serta tidak tabu (syukur sangat proaktif) di media sosial (tentu saja sangat familiar dengan fitur-fitur yang terdapat pada layanan medsos populer).
Tidak masalah bila keseluruhan anggota tim tidak memiliki kesemua aspek yang dibutuhkan. Paling tidak, ada salah satu yang memiliki potensi atas satu keterampilan. Hal ini sebab kecenderungan kita memang elok tidak multitask secara berlebih. Selain itu, hal yang teramat krusial adalah: tiap anggota tim masih memiliki gairah untuk belajar/berproses bersama perusahaan. Insyaallah, apabila memiliki hasrat belajar/bekerja yang tinggi, Allah Mudahkan ikhtiar kita memperoleh hasil yang diasakan. Guna membantu mengidentifikasikan hal ini, salah satunya dapat melalui pengimplementasian multi-touch attribution (MTA).
Salah satu benefitas MTA adalah menjadi solusi ketika perusahaan tidak sedang mengiklankan produk. Hal ini tentu perlu disiasati tim pemasar guna mencari solusi alternatif yang dapat dimaksimalkan guna menggaet calon pengguna selaku konsumen. Tidak jarang, pemasar terlena dengan kuantitas klik atas iklan yang ditayangkan, padahal sejatinya itu bukanlah klik dari mantan atua bakal calon pengguna. Apalagi, di dunia maya, tidak sedikit bot-bot yang tidak jelas berseliweran. Tim pemasar perlu memastikan bahwa kurva iklan yang masih tayang memang benar-benar dari persetase klik yang “sesungguhnya”.
Peranti (Tools)
Poin-poin sebagaimana disebutkan di atas barangkali bersifat konsep dasar/fundamental yang dapat diaplikasikan tim pemasaran digital (lebih lanjut, barangkali dapat memvisitasi HubSpot). Sebagai bagian dari tim juga tentu perlu tools yang menunjang. Pertama, manajemen konten media sosial (social media content management). Tool atau radas/peranti pengelolaan media sosial (medsos) tidak sekadar digunakan oleh kreator konten atau selebgram/selebtok/YouTuber, pekerja seni, atau influencer (baik di dunia hiburan maupun pegiat sosial yang berpengaruh) di jagat maya. Sejatinya, siapa saja perorangan atau organisasi dapat memfaedahi layanan pengelolaan konten jejaring sosial.
Apabila terjun sepenuhnya di dunia maya guna memasarkan produk, elok tidak membatasi diri pada platform-platform populer, tetapi nyaris seluruh medsos yang tersedia. Elok tidak membatasi diri pada konten citra gambar/foto dan video, tetapi audio (suara) dan tulisan (yang dikembangkan untuk keperluan materi publisitas) juga turut direngkuh. Bak tim pemasar bukan sekadar menjadi YouTuber, selebgram, atau TikToker, melainkan sepenuhnya kreator konten. Apakah layanan yang ada sebatas YouTube, Instagram, TikTok?
Masih ada Pinterest, LinkedIn, Spotify, dan banyak lainnya (dengan kekhasan layanan yang ditawarkan masing-masing). Platform, sebagai medium konten, dapat di mana saja. Namun, sebagai kreator konten, faktor produksi proses kreatiflah yang teramat ditekankan. Produktif berkonten pun tidak mesti setiap hari, tetapi sedikitnya berkala atau rutin. Elok tetap memperhatikan kontekstualisasi kehidupan mayoritas warganet sebagai marketshare. Tidak mesti FOMO, tidak selalu mencuplik apa saja yang sedang viral kekinian; tetap pegang teguh konsistensi ruh produk dan perusahaan.
Salah satu tool atau layanan yang barangkali dapat difaedahi dalam bidang manajemen medsos adalah Hootsuite. Hootsuite cukup populer, salah satu veteran dalam bidang ini. Mereka telah lama berkecimpung di dunia social media organic. Selain Hootsuite, terdapat layanan sejenis lainnya, seperti: Buffer, Sendible, Sprout Social, Later, Falcon.io, Zoho Social, dan lain-lain. Dapat faedahi otomatisasi dari IFTTT, Zapier, dan sejenis lainnya. Tidak jarang pengagresi bio bertaut populer Linktree dan semacamnya dapat membantu guna menakar parameter pranala (tautan-tautan) yang diklik audiens. Rasanya Anda teramat familiar dengan layanan yang satu ini, bukan?
Beberapa di antaranya tidak selalu menawarkan produk/jasa bersifat komersial (berbayar), tidak sedikit menawarkan fitur-fitur bebas akses (atau gratis, minimal menawarkan versi uji-coba atau trial). Barangkali, diperlukan pula layanan penganalisis web/platform daring, Google pun memiliki layanan Analytics yang cukup andal. Untuk keperluan Search Engine Optimization (SEO), dapat menggunakan layanan dari Ahrefs, Yoast, dan lainnya. Perlu ditandaskan kepada tim bagaimana mengomparasikan metrik paid results dan organic result saat memaksimalkan SEO guna meningkatkan visibilitas web/platform yang dikreasi. Moz dapat dijadikan rujukan guna memandu pengoptimalan SEO. Mungkin saja diperlukan pula layanan survei dapat dibantu oleh Survey Anyplace.
Pemasaran melalui surel (e-mail marketing) masih belum pensiun. Ia tetap masih dapat efektif dan masih populer digunakan. Layanan media sosial hadir belakangan pascaeksistensi layanan surel. Mau tidak mau, internet kita telah lama lekat dengan layanan yang dapat menggantikan surat-menyurat di kehidupan nyata orang tua kita sebelumnya. Beberapa kebutuhan e-mail marketing di antaranya distribusi newsletter (informasi umum dan rutin) serta drip campaigns (yang terdiri dari: welcome mail, up-selling [selaras otomatisasi guna meningkatkan mutu layanan purna-jual], dan re-activation).
Salah satu perusahaan yang dapat membantu dalam memaksimalkan e-mail marketing adalah MTARGET. Perusahaan Software-as-a-Service (SaaS) yang berasal dari Indonesia ini telah lama berkiprah. Kalau dari luar negeri, tentu Anda familiar dengan MailChimp, Sendinblue, OptinMonster, atau bahkan Drip. Dapat pula dicoba layanan SaaS dari institusi lain. Apabila perusahaan Anda scale-up dan bertumbuh dengan baik, pertahankanlah bargaining position-nya (salah satunya) dengan memfaedahi layanan-layanan SaaS.
Coda
Sembari dipasarkan sedemikian rupa, terus tingkatkanlah pelbagai layanan dan fitur dalam produk Anda. Terutama bila berbasis aplikasi, barangkali hal ini memerlukan beberapa kiat tersendiri. Guna memaksimalkan mobile advertising-nya, barangkali dapat memfaedahi Applift. Untuk mobile measurement pemasarannya, sila rujuk Adjust. Dapat pula layanan dan tools lainnya, yes. Belantara maya ini begitu luas. Tidak sekadar Google yang dapat dijadikan teman Anda (meminjam peristilahan: google is your friend atau GIYF), masih ada Duckduckgo, dan lain-lain. Alhamdulillah, masih banyak hal positif, yang dapat dipelajari dan dapat dijadikan rujukan/referensi belajar, dari internet. Tidak terkecuali digital marketing.
Perlu ditandaskan bahwa tulisan ini berkait dengan pemasaran digital. Apabila Anda ingin “sekadar” memaksimalkan bisnis UMKM Anda (bukan perihal pemasarannya saja), terutama perihal product management, juga marketing integrations, dan in-depth analytics, barangkali dapat bervisitasi ke Shopify, Squarespace, BigCommerce, WooCommerce, WiX, Weebly, dan lain-lain. Terlebih bila small-business Anda ingin mandiri (tidak sekadar bergantung pada famous lokapasar). Tentu tidak kalah pengecualian bila di dalam tim Anda terbekali pula perihal platform populer kekinian guna menjalankan roda bisnis, selaik Salesforce, Apollo.io, dan sejenis lainnya. Platform-platform yang mendukung pembayaran pun dapat dipertimbangkan guna mengefisiensikan (dan sekaligus memodernkan) bisnis. Kalau di luar, populer dengan PayPal, Stripe, ataupun lainnya; sedangkan untuk pasar lokal (dalam negeri), di antaranya: Midtrans, Xendit, dan lainnya.
Pranala (beberapa tautan) yang disebut pada pos ini sama sekali tidak berafiliasi atau bekerja sama (lebih-lebih endorsement) dengan kami (pengelola, narablog). Sepenuhnya sebagai sekadar sharing hal-hal kecil yang sejatinya pun dapat dengan mudah Anda pelajari melalui peramban web favorit yang tersemat dalam ponsel/gawai Anda. Ada kala malah barangkali tidak memerlukan tools apa pun sama sekali, seorang pebisnis, internet marketer, ataupun penggerak divisi mana pun di dalam perusahaan, dapat tetap proaktif mendukung bisnis yang ada dari sekadar mengikhtiari gawai atau perangkat laptop yang tersedia. Syukur malah terinspirasi sesuatu dan mengkreasinya ke dalam rupa produk atau layanan guna menunjang pelbagai bisnis lainnya. Semoga berfaedah!