Latif Anshori Kurniawan

Blockchain, NFT, dan Metaverse (AR/VR) ⭐

Diterbitkan pada dalam Blog.

Mengobrol perihal pengembangan teknologi blockchain, masih teramat mengasyikkan—masyaallah. Walaupun aset kripto (semacam bitcoin dan sejenisnya) masih menjadi perdebatan (salah satunya sebab valuasinya yang teramat fluktuatif, bahkan pemerintah Negeri Tirai Bambu pun telah bersikap), tetapi teknologi kriptografinya yang selanjutnya melahirkan pengembangan teknologi lebih lanjut dan lebih tertata rapi blockchain digadang-gadang menjadi salah satu penopang new economy global sebab salah satu sifatnya yang terdesentralisasikan sedemikian rupa. Masyaallah, tidak sedikit perusahaan rintisan yang memfokuskan pada pengembangan teknologi ini.

Masih hangat perihal blockchain, ranah teknologi informasi kita diguncang dengan NFT. Sampai-sampai, saat awal-awal kemunculannya, saya meraba bagaimana memadankan istilahnya (dengan lebih ringkas dan padat), tetapi tetap dipahami bahwa padanan itu dipahami mewakili NFT. Bisa jadi, cukup NFT—menyerap ‘sama persis’ bukanlah hal yang mustahil, bukan? Alhamdulillah, Wikipedia bahasa Indonesia, sementara, menyepakati padanannya selaik ini.

Konsep ringkas NFT adalah seluruh karya digital kita dapat berharga (dan makin bernilai). Bahkan, dapat dipertukarkan (diperdagangkan). Ya, apa pun karya kreasi digital Anda. Serius, apa pun itu—insyaallah. Sekalipun suatu goresan (secara elektronis) yang amat abstrak dan tidak tertafsirkan oleh siapa pun, dapat menjadi berharga bila diwujudkan sebagai NFT. Anda berhak menawarkan kepada yang lain guna mengapresiasi kreasi Anda tersebut di lokapasar NFT (salah satunya, misalnya: OpenSea).

Salah satu yang populer dikabarkan perihal NFT, dan barangkali di kemudian hari menjadi fenomena bersejarah, saat Jack Dorsey (kopendiri dan CEO media sosial Twitter) menjual twit perdananya. Tidak sedikit yang merasa eman (bahasa Jawa: menyayangkan) hal ini. Well, Jack telah memutuskan (kalau tidak boleh dikata menandaskan) bahwa NFT merupakan hal baru berikutnya, dan bukan keisengan belaka. Kevin Rose, salah satu tokoh di dunia IT dunia, acap membagikan ke-NFT-an dari waktu ke waktu melalui kicauan-kicauannya. Karya-karya NFT angel investor (sekaligus partner di beberapa perusahaan modal ventura) dan serial tech-preneur ini terdapat di Gallery.so.

Salah satu grup pemodal ventura besar Amerika Serikat, Andreessen Horowitz, terutama melalui ruang siniar mereka beberapa waktu terakhir, amat getol pembahasan NFT dan aset kripto. Hal ini bisa jadi merupakan salah satu tanda penguatan bahwa NFT pun makin menggeliat ke depan—wallahualam. Terlepas dari NFT, kita tentu teringat dengan pengembangan teknologi realitas virtual dan ter-augmentasi yang teramat berkorelatif. Barangkali, NFT terbilang ‘baru-baru saja’, tetapi lain hal dengan augmented-reality dan/atau virtual-reality (AR/VR, cenderung jamak orang telah memahami dan mewakilkan sekadar menyebutkan AR alih-alih AR/VR), ia bukanlah sesuatu yang baru.

Jangan salah, AR/VR telah dikenal cukup lama. Informasi yang terdeteksi bahwa cetak biru modernnya telah diinisiasi pada 1968. Barangkali, dekade sebelumnya, ia dikenal diimplementasikan dalam pengembangan teknologi yang lebih tertutup (untuk skala internal perusahaan, salah satunya Vuforia). Namun, Facebook, perusahaan jejaring sosial terbesar, luar biasa gencar mengembangkan AR/VR (tidak terkecuali Google yang mengakomodasi kebutuhan developers atas hal ini). Dengan peranti Oculus, kekinian, Facebook sangat bersemangat memopulerkan layanan Spark AR. Tidak sedikit yang menilai bahwa ini merupakan upaya mereka guna menggaet pengguna publik untuk tertarik pada AR/VR (lebih-lebih menggunakan layanan Oculus mereka). Salah satu unggahan pada lini masa Instagram, Bos Facebook (Mark Zuckerberg) membagikan pengalaman ber-AR/VR-nya bersama putrinya.

View this post on Instagram

A post shared by Mark Zuckerberg (@zuck)

Beberapa waktu lalu, saat diwawancara TheVerge, Mark menandaskan realisasi dunia baru yang mengakomodasi pengembangan teknologi AR/VR ini, yakni Metaverse, akan makin nyata dan meluas. Cita-citanya agak ‘mengerikan’: menjadikan Facebook sebagai perusahaan Metaverse. Apalagi, mereka pun telah mengimplementasikan virtualisasi aktivitas bekerja (dalam ruang workspace AR/VR menggunakan peranti Oculus) beberapa bulan lampau. Tentu ini bukanlah hal yang mengagetkan, pandemi yang membuat kita berlama-lama di dalam rumah barangkali pun mengubah kebiasaan dan kebeterimaan kita dengan perangkat teknologi ponsel/gawai. Lebih dari ponsel/gawai, barangkali kita pun perlu bersiap menghadapi ‘dunia’ Metaverse, yang teknologinya tentu lebih advance (terutama sebab membutuhkan peranti yang tergolong masih ‘baru’ di tengah masyarakat).

Ya, tidak dimungkiri, di Indonesia, barangkali pengguna peranti AR/VR (semacam Oculus) masih belum berlimpah selaik pengguna media sosial. Walaupun demikian, sudah ada komunitas-komunitas kecil penggunanya di Tanah Air. Seolah kita memang akan beralih ke dunia baru tersebut, rasanya pun kita siap—insyaallah. Hal ini sebab kebiasaan kita (dalam kehidupan sehari-hari) bersentuhan dengan perangkat dan/atau peranti teknologi informasi sudah teramat lekat—alhamdulillah. Ponsel/gawai sudah seperti bagian penting kehidupan, lebih-lebih peranti AR/VR nanti yang barangkali tidak memerlukan waktu lama untuk menjadi bagian dari new-normal kita berikutnya. Dunia tan-nyata, tetapi sejatinya juga masih berlekat erat dengan apa yang terjadi secara fisis di kehidupan nyata. Barangkali, sebagai pengantar, Anda dapat membaca artikel berikut, yaitu perihal pengembangan AR/VR pada perangkat Android.

Sebagaimana ditandaskan pada paragraf di atas, Facebook amat gencar atas pengembangan AR/VR. Ini pun mengindikasikan bahwa mereka visioner. Alih-alih mendapati pengembangan teknologi dari perusahaan teknologi lain, mereka pun mengkreasi iklim ekosistem yang terbilang baru bagi tatanan kita kekinian. Jangan tanya Snapchat, perusahaan yang sempat pernah diinginkan Mark, yang memang sejak awal mereka menawarkan layanan yang bersinggungan dengan dunia AR/VR ini makin fokus. TikTok pun tidak ingin kalah, walaupun masih dalam tahap beta (hingga tulisan ini dipublikasikan), Effect House bisa jadi pemeran yang tidak kalah penting dalam ceruk ini. Wallahualam. Hey, Anda ingin mengkreasi sendiri? Artoolkit dapat dicoba.

Kita tidak pernah tahu ke depan, apa saja yang akan terjadi. Apa saja yang akan mencuat dan menjadi hal biasa baru lagi di tengah kehidupan kita. Barangkali, pengembangan kendaraan swakemudi/otonom masih terus digalakkan (semoga ada perusahaan rintisan lokal yang menginisiasikan hal ini). Barangkali, intelijensi buatan, yang bukan pada taraf pengembangan robotika—yang lebih modern untuk publik (bukan sekadar untuk manufaktur) sekalipun, melainkan masih tataran kecil selaik yang diujicobakan OpenAI (dengan proyek Codex) dan GitHub (dengan Copilot), dinilai memiliki potensi yang besar—masyaallah. Lebih-lebih rekognisi wajah yang masih menjadi pewicaraan panjang. Tentu ada kode etik tersendiri untuk pengembangan kecerdasan buatan lebih lanjut (kami sepakat dengan agar kita tidak terlalu disibukkan dengan hype, melainkan nilai/values).

Terlepas dari hal-hal tersebut, Facebook Horizon bersiap menggelegar. Dapper Labs makin mengembangkan sayap. Blippar pun masih bertahan. Entah bagaimana pengembangan teknologi di dunia baru mendatang. Blockchain pun tidak lagi menjadi sesuatu yang sekadar dilirik, NFT tidak sekadar perihal mengumpulkan pundi-pundi aset dari ranah seni (dan mengabaikan proses kreatif atas karya-karya). Namun, sebelum bersiap dengan pemanfaatan blockchain, NFT, dan fenomena Metaverse ke depan, kita perlu benar-benar serius dengan ‘penyelamatan pusat data’ mandiri lokal (dalam negeri) terlebih dahulu sebab proyek bersama beberapa perusahaan teknologi raksasa Data Transfer Project tidaklah main-main.

Terima kasih kepada Digital Hub BSD City yang digadang-gadang menjadi Lembah Silikon lokal Tanah Air. Semoga makin banyak bermunculan unicorn atau bahkan decacorn lokal berikutnya. Terima kasih kepada segenap pendiri dan pemodal ventura rintisan lokal berbasis pengembangan teknologi—barangkali, apabila tiada inisiatif satu pun dari Anda untuk mendirikan tech startup, entah bagaimana proyeksi kemandirian kita pada masa mendatang. Beribu terima kasih kepada semua, semoga kita dapat berdikari dalam ranah pengembangan teknologi.