Latif Anshori Kurniawan

Rindu Ramadan

Diterbitkan pada dalam Blog.

Alhamdulillah, pandemi begitu terasa berdampak pada segala lini kehidupan. Pandemi telah melewati tahun keduanya—masyaallah, dan atas Izin-Nya, kita pun terbiasa dengan-‘nya’. Semula kita dapat bersemuka dengan orang lain secara leluasa, kini masih terbawa suasana pandemi, penuh kecanggungan. Kadang orang ingin berjabat tangan langsung dan memberanikan diri, kadang juga masih memilih untuk mengulurkan salam jotos-ringan nan hangat. Jalur silaturahmi pun masih terfaedahi melalui medium/platform daring digital. Namun, sensasinya tentu berbeda dengan aktivitas berhimpun secara fisik dengan sesama di dunia nyata.

Kalaupun perlu berkomunikasi secara fisik, masker sudah menjadi tradisi baru di negeri ini. Kadang ingin sekali melepas masker, tetapi protokol kesehatan tetap perlu ditegakkan sehingga masker pun tetap mesti dikenakan. Lain hal dengan menjaga jarak fisik (physical distancing), sebab cukup hectic kala bersemuka, tidak jarang terabaikan. Tidak hanya soal masker dan jaga jarak, hal-hal yang menyehatkan menjadi benar-benar kebiasaan baru. Contoh kecil, apabila terdapat salah satu di antara kita yang sakit, sekalipun tergolong sakit ringan, elok menyadari dan membatasi diri dari interaksi dengan orang lain.

Kala sembuh dari sakit pun, mesti diyakinkan bahwa kondisi yang ada telah benar-benar pulih. Pola hidup sehat pun gencar digalakkan. Siapa sangka, kita dapat melaluinya hingga hari ini. Paling tidak, minimalnya, mengenakan masker telah menjadi salah satu kewajiban bila dikomparasikan dengan protokol kesehatan lainnya. Masa endemi di depan mata, insyaallah, sehingga kita pun dapat optimal menjalani aktivitas berkehidupan. Begitu pula dengan Ramadan.

Ramadan 2020 menjadi salah satu Ramadan yang tidak ringan—alhamdulillah. Awal-awal beradaptasi dengan pandemi, yang memaksa kita ber-Ramadan dengan beberapa ketentuan, yang alhamdulillah terlalui. Tidak jauh berbeda dengan Ramadan 2021, puncak-puncak masih tidak kalah mencekam, tetapi sudah terkondisikan sedemikian rupa berdasar pengalaman tahun sebelumnya. Alhamdulillah, kita pun telah Diizinkan-Nya melaluinya dengan baik. Mudah-mudahan Ramadan 2022 menjadi Ramadan yang luar biasa menggembirakan dengan kadar berlebih.

Kita tentu masih terngiang dengan pengalaman ber-Ramadan sebelum pandemi. Suasananya, hiruk-pikuknya, kekhasan tradisi yang terdapat hanya di negeri tercinta kita. Ramadan saat pandemi pun menjadi ibrah yang tidak ternilai supaya kita dapat memaknai Ramadan kembali. Kesungguhan dan kegembiraan perlu sungguh ditingkatkan, kapan lagi kita mendapati Ramadan lagi untuk ke sekian kali. Kita pun berharap dapat merapatkan kaki-kaki kita untuk beribadah bersama, berjemaah di masjid, saat-saat dapat menghidupkan nuansa peribadatan pada bulan suci ini kembali.

Nyaman sekali di negeri ini. Ramadan yang selalu spesial dan dapat dilaksanakan dengan lancar atas Izin-Nya. Ramadan yang sejatinya lebih spesial daripada sekadar hari raya Lebaran. Ramadan yang Dihiasi-Nya dengan nilai-nilai dan curahan kebaikan-pahala nan berlipat-lipat tiada batas. Pada dasarnya, Ramadan juga menjadi bulan penuh dengan tempaan tarbiyyah dari-Nya untuk kemaslahatan kita: supaya kita menjadi insan yang lebih bermakna dan bermaslahat. Betapa Sayang dan Kasih Dia kepada kita dengan Ramadan—(terima kasih, yaa Rabb!).

Sesuatu yang elok direnungi sejauh mana kita dapat bersyukur kepada-Nya sebab masih Diizinkan-Nya mendapati Ramadan. Bagaimana kadar bahagia kita dalam menyambut Ramadan dan mengisinya dengan pelbagai kebermaknaan dan kebermaslahatan tentu menjadi nilai tersendiri di Mata-Nya—yang sejatinya tidak sekadar pada Ramadan, tetapi juga pada bulan-bulan lainnya. Semoga Allah masih Mengizinkan kita mendapati Ramadan-Nya berikut-berikutnya dan memperoleh nikmat beribadah kepada-Nya dengan penuh ketenangan—amin! Semoga Allah senantiasa Mengaruniakan Hidayah-Nya kepada kita hingga akhir hayat kita—amin!