Mondar-Mandir
Diterbitkan pada dalam Blog.
Masyaallah, pagi ini, cukup asyik mendapati aktivitas padat antarsesama pengguna jalan. Mendadak pula sebagian kami perlu ke suatu tempat guna menyelesaikan tugas tertentu atau sekadar bersemuka beberapa pihak yang bisa jadi telah tiba lebih awal daripada yang lain sebelum genap pukul 07.00. Pagi sekali, tidak jauh berbeda dengan aktivitas berpagi adik-adik di sekolah umum. Alhamdulillah, embusan angin menyertai berpagi. Semoga semua dapat diselesaikan dengan lancar dan selamat (Dilancarkan-Nya, Diselamatkan-Nya)—amin.
Aktivitas, apa pun bentuknya, kadang memang perlu dinikmati. Atau, boleh menggunakan diksi harus? Boleh, ya: harus dinikmati. Kita tidak tahu bagaimana ujung dari aktivitas tersebut. Sejatinya, tiada ujung, justru menjadi bagian proses jalinan dalam kehidupan hingga tiba saat kita berhenti. Ini toh masih duniawi, bisa jadi wujud syukur kita adalah dengan beraktivitas. Kita bernapas saja merupakan bagian dari beraktivitas, bukan?
Memang perlu dibedakan antara aktivitas yang bermanfaat dan yang bisa jadi belum terlalu genting untuk dilakukan meskipun boleh. Kami bukan penganut kalam: lebih baik produktif daripada sibuk. Bagi kami, keduanya tidak kalah serupa dimaknai bila masih berkait dengan duniawi sebab intinya adalah beraktivitas. Hanya saja, memang perlu diluruskan perihal skala prioritas yang ada, lebih-lebih bila aktivitas tersebut dilakukan secara luring.
Kami masih percaya bahwa aktivitas luring lebih bermakna dan bernilai, sekalipun tidak menafikan bahwa berdaring adalah salah satu metode lain sebagai salah satu ejawantahan sarana komunikasi yang lebih sangkil dan mangkus. Ada aktivitas nyata yang dijalankan, aktivitas yang benar-benar tradisional berdampak, baik bagi diri sendiri maupun lebih-lebih bagi semua makhluk-Nya di sekitar. Berluring berkait dengan nilai-nilai positif lama, yang telah ada dari semenjak para pendahulu kita. Berluring adalah keniscayaan. Ia akan terus bermakna hingga bahkan Hari Akhir bagi kita kelak—insyaallah.
Kita memang perlu bergerak, ini yang masih kami berupaya untuk dapat melakukannya. Diksi kaum rebahan sejatinya cukup memilukan bila memang benar-benar ada. Kita tidak pernah tahu apakah berebahan tersebut benar-benar memang sarat ketidak-bermaknaan. Terlepas dari aspek pengecualian, bisa jadi berkebalikan bergantung individu yang menjalani, bergantung nurani yang membersamai.
Apabila memang dalam kondisi normatif sehat-bugar tiada sesuatu yang memestikan berebahan, rasanya tiada orang yang benar-benar dapat berebahan seharian. Niscaya, insyaallah, terdapat beberapa aktivitas kecil yang menjadikan seseorang tidak berebahan dalam satu hari penuh. Jadi, kalaupun ada kaum rebahan, pada dasarnya, tidak betul-betul berebahan. Omong-omong, kami kurang suka diksi kaum yang disematkan pada gabungan kosakata yang cukup populer di media sosial tersebut. Serius.
Kembali pada judul pos ini, mondar-mandir. Bisa jadi, pada salah satu kasus, apabila kita masih kanak-kanak, mendapati orang berolahraga pun dapat teridentifikasi sebagai aktivitas mondar-mandir. Sebab pengetahuan konteks masih berbatas dan belum tebersit di benak anak-anak diksi, “Ini orang enggak ada kerjaan, apa, ya,” bermondar-mandir pun barangkali teranggap bagian dari aktivitas bermain.
Well, bukankah (salah satu bagian dasar dari diri) kita adalah makhluk yang gemar bermain? Mari mondar-mandir, beraktivitas, bermain! Salam sehat dan takzim kami!