Latif Anshori Kurniawan

Alternatif CentOS Stream: AlmaLinux dan Rocky

Diterbitkan pada dalam Blog.

Drama Linux CentOS yang perlahan teramat menyatu dengan Linux Red Hat sudah tenggelam. Kita pun tetap respek dengan perusahaan Red Hat yang telah berkontribusi berlebih untuk dunia pengembangan perangkat lunak sumber-terbuka, terutama untuk ranah korporat. Sebagai penandas, nama Red Hat sebagai jenama perusahaan dan produk distribusi/distro Linux Red Hat merupakan dua entitas, jadi Linux Red Hat merupakan salah satu produk perusahaan solusi open-source Red Hat (yang kini dimiliki perusahaan teknologi terkemuka IBM). Akuisisi Red Hat atas proyek CentOS mencuatkan pro dan kontra. Hingga pada akhirnya Red Hat mengubah kelanjutan dukungan CentOS versi lawas, serta menyuguhkan dan menganjurkan pengguna dengan versi stream (CentOS Stream).

CentOS Stream digadang-gadang menjadi Red Hat versi uji coba (beta) dengan perangkat lunak lebih terkini. Sebab versi beta, diasumsikan tidak sestabil versi reguler (tidak selalu, bergantung konteks penggunaan). Pengguna memperoleh versi CentOS Stream yang lebih terbarukan dan terkini (bleeding-edge). Seperti yang diduga, tidak sedikit yang telah mencoba dan beberapa kali mendapati unstable. Hal yang lumrah terjadi pada sistem bleeding-edge. Tidak salah lagi, disampaikan bahwa versi reguler CentOS tidak dilanjutkan lagi setelah 2024. Hal ini tentu disayangkan oleh sebagian besar pengguna/penggemar CentOS, mengingat telah banyak organisasi/perusahaan yang memfaedahi distro Linux yang dikenal andal ini dalam kurun waktu yang cukup lama.

Alhamdulillah. Pengemar CentOS, akhirnya, Dihadiahi-Nya beragam distribusi Linux yang berkemiripan dengan CentOS. Mirip CentOS, dalam arti, distro yang dimaksud menggunakan basis kode-sumber Linux Red Hat yang dikompilasi ulang secara mandiri, serta penggunaannya tidak jauh berbeda dengan CentOS/Red Hat, yakni berfokus pada melayani ranah enterprise. Tidak lama setelah Red Hat mengumumkan CentOS Stream, kelahiran AlmaLinux dan Rocky (Alma-Rocky) sebagai pengganti kerinduan Linuxer atas CentOS menjadi pertanda bahwa geliat komunitas sumber-terbuka masih dirasa (dan makin) kuat hingga saat ini. Tidak diragukan lagi bahwa proyek Alma-Rocky terinspirasi dari CentOS.

Selaik sistem terbuka lain, Alma-Rocky tersedia bebas. Namun, keduanya memiliki induk organisasi yang menjalankan prinsip berbeda. AlmaLinux dari organisasi nonprofit, sedangkan Rocky berkebalikan. Namun, keduanya tetap sama-sama dapat bebas digunakan dan melibatkan komunitas secara masif. Keduanya disambut luar biasa oleh komunitas sumber-terbuka. Tidak nyana AlmaLinux digunakan secara resmi oleh Badan Nuklir Eropa (CERN) dan Fermilab Amerika Serikat, sedangkan Rocky berpartner solid dengan Google Cloud. Keduanya pun memperoleh dukungan dari pelbagai perusahaan lainnya, dan menjadi sponsor resmi mereka sehingga laju pengembangan terus aktif berjalan—insyaallah. Hal ini mudah didapati pada laman resmi sponsor tiap mereka.

Apabila Anda pernah menggunakan CentOS, atau Slackware, dan lebih memilih ber-Ubuntu terbaru, cenderung barangkali kurang familiar dengan Alma-Rocky. Tidak jauh seperti CentOS sebelumnya (sebelum versi stream), Alma-Rocky memaslahati paket aplikasi/program yang stabil meskipun bernomor versi “lawas”. Hal ini sebab diharapkan dapat menjaga kestabilan sistem, perangkat lunak yang ada telah dites sedemikian rupa sehingga cocok mendukung bisnis. Pendek kata, tidak dengan mudah kita mendapati hal-hal atau fitur-fitur terbarukan dari perangkat lunak yang tersaji di Alma-Rocky.

Bukan berarti Alma-Rocky tidak memperoleh pembaruan (update) sistem sama sekali. Pengembang inti tetap menyajikan pembaruan yang diperlukan. Dikabarkan AlmaLinux lebih acap memperoleh pembaruan daripada Rocky. Namun, bukan berarti Rocky terlambat dengan kebaruan. Hanya memang tim pengembang benar-benar berupaya menguji perangkat lunak yang ada sebelum dirilis resmi sebagai pembaruan. Alma-Rocky benar-benar dirasa telah dapat menggantikan CentOS. Walaupun demikian, masih terdapat beberapa pengguna setia CentOS, sekalipun dukungan resmi Red Hat atas CentOS versi stabil sebelumnya (bukan yang stream) terbatasi hingga tahun-tahun terdekat.

Tidak masalah atas apa yang melekat pada CentOS kekinian. Semua pihak memperoleh hak yang sama. Tidak sedikit pengguna yang menjajal Red Hat versi no-cost, sekalipun perlu melalui beberapa tahapan pendaftaran mesin yang digunakan (dengan batasan tertentu) dan mengaitkannya dengan fitur langganan (subscription). Cukup berbatas bila dikomparasikan dengan CentOS. Manasuka, semua ada plus-minusnya. Siapa pun berhak memilih yang memang nyaman dan sesuai guna mendukung kebutuhan berkomputasi. Kami pun telah mencoba Alma-Rocky pada mesin lawas MBP-2009. Serba-serbi pengalaman baru menghiasi.

Menggunakan Alma-Rocky tidak jauh berbeda ketika menggunakan CentOS. Namun, selaik hal CentOS, kami pribadi mendapati kemudahan mengoperasikan Alma-Rocky meskipun tidak plug-and-play atau just works (langsung dapat digunakan). Alma-Rocky dengan nomor versi 8.7 (Alma/Rocky) dapat boot dengan lancar, tetapi tidak untuk versi 9. Untuk versi 8.7 Live, AlmaLinux ber-KDE terasa ringan dioperasikan. Untuk Rocky Live, belum tersedia untuk desktop KDE, kecuali pada versi 9-nya. Sempat mencoba Rocky-KDE 9.1 Live, tetapi ber-kernel panic. Terdapat banyak tutorial untuk mengatasi hal ini, di antaranya: mengatur nomodeset, selinux, dan lain-lain (masih GiYF, ya). Belum tentu permasalahan kami serupa dengan permasalah yang didapati pengguna lain, sekalipun di atas mesin yang sama, tetapi tutorial di internet begitu memudahkan insyaallah.

KDE Live di AlmaLinux terasa lebih ringan dioperasikan meskipun belum seringan distro Q4OS (yang sejatinya sepenuhnya Debian dengan konfigurasi supaya dapat gegas dan lincah digunakan di atas perangkat komputer lama). Tidak dapat dibandingkan dengan Q4OS, pada dasarnya, versi KDE AlmaLinux lebih baru dan beberapa hal memang tidak difokuskan dikonfigurasi asali oleh pengembang untuk perangkat komputer tua. Kami masih berbatas menggunakan versi Live-nya. Sementara itu, pada Rocky ber-GNOME, kami pasang secara native langsung ke diska keras, dan mendapati isu Wayland yang belum bersahabat dengan perangkat lama.

Tidak masalah untuk permasalah GNOME di Rocky pascapasang asali. Perlu diatur dahulu Display-nya dengan me-mirror-kannya, dan diharapkan keseluruhan layar dapat ditampilkan. Sementara itu, fitur Wayland perlu diset false pada GDM3-nya (GDM: GNOME Desktop Manager) sehingga kita dapat login di GDM3 dengan fitur desktop X11 yang dirasa lebih bersahabat dengan perangkat lawas. Terdapat permasalahan klasik, yang acap menimpa keluarga Linux Red Hat pascapasang, yakni tidak terkonfigurasi dan terhubung dengan jaringan internet secara otomatis di Rocky. Padahal, kami mengakses internet dengan kabel LAN yang terhubung langsung ke router.

Bukan permasalahan yang signifikan, sejatinya, bila ingin mengakses internet. Selaik pengalaman mencicipi Red Hat 8.7 edisi no-cost, Rocky dapat terhubung internet dengan tether layanan data internet dari ponsel menggunakan kabel. Ya, adapter USB wi-fi pun tidak terdeteksi secara otomatis. Lagi-lagi lumrah terjadi, toh kernel yang tersemat pada Rocky 8.7 masih versi 4. Sebagai pengguna Linux desktop awam, tentu hal ini kurang user-friendly. Sebuah kewajaran bila Linux untuk peladen/server seperti Alma-Rocky/CentOS memang memerlukan konfigurasi manual adaptif dari penggunanya (sesuai server yang digunakan, berdasar kebutuhan bisnis perusahaan, ataupun lainnya). Alhamdulillah, terdapat banyak tutorial di dunia maya, tinggal mengalokasikan waktu untuk belajar dan belajar.

Bertahun-tahun bersama Slackware, seakan ingin kembali ke distro yang hingga kini masih dipantau oleh penggagasnya, yakni Patrick Volkerding, ini. Tidak diragukan lagi, Slackware lebih mudah dikonfigurasi, bahkan dikonfigurasi guna mendukung kebutuhan untuk server sekalipun. Jamak hal langsung dapat dijalankan tanpa mengutak-atik berlebih, sekalipun memang tidak sepraktis seperti distro populer semacam Fedora, Debian/Ubuntu, dan banyak lainnya. Mungkin masih lebih nyaman bersama Arch dan turunannya yang lebih ramah pengguna (seperti Manjaro, EndeavourOS, dan lain-lain). Namun, rasa penasaran mengulik Alma-Rocky menjadi ke-sok-sibuk-an kami berikutnya.

Mungkin memang kami yang mencari perkara. Terdapat kemudahan Linux berdesktop, tetapi kami meminati distro untuk server semacam Alma-Rocky. Berdasar pengalaman Dedoimedo.com, yang juga sama-sama menggemari CentOS, adalah tidak masalah bila pengguna desktop menggunakan Linux versi server semacam CentOS dan kawan-kawannya. Tidak kalah andal, tidak kalah menarik, serta bisa jadi lebih stabil dan robust untuk perangkat dekstop yang digunakan dalam jangka panjang (seperti halnya untuk server). Memang, beda perangkat, beda pengalaman mengoperasikan. Setidaknya, tidak sedikit dokumentasi yang dapat difaedahi sebagai bahan belajar. Hasil belajar dan pengalaman yang diperoleh pun dapat bervariatif.

Apabila permasalahan yang ada belum terjawab dari dokumentasi atau tutorial bawaan, ruang forum daring masih teramat terbuka. Well, dokumentasi AlmaLinux pun dapat diterapkan di Rocky, dengan tetap memperhatikan penyesesuaian bila terdapat beberapa hal berbeda. Dokumentasi CentOS pun masih dapat diterapkan pada Alma-Rocky. Kami pribadi, antara AlmaLinux atau Rocky, sementara cenderung condong pada Rocky. Saat instalasi versi 8 reguler (citra ISO untuk DVD), Rocky mendeteksi peranti berkabel LAN yang tersedia. Walaupun LAN tidak terbaca lagi saat setelah instalasi paripurna, hal ini bukan masalah, masih dapat mengonfigurasi secara manual (terima kasih berlebih kita kepada komunitas open-source, terutama di forum resmi Rocky).

Barangkali, salah satu solusi terpraktis supaya Rocky dapat mendeteksi banyak hal sehingga dapat digunakan selaik distro populer lainnya adalah dengan meningkatkan sistem dengan melakukan upgrade kernel ke nomor versi 5.15. Berdasar pengalaman, beberapa distro Linux dengan kernel versi 5.15 dapat mendeteksi nyaris semua komponen peranti dalam perangkat lawas MBP-2009 kami. Namun, kami belum mencoba, tetapi cukup percaya bahwa Rocky dapat adaptif tersesuaikan dengan kernel lebih baru (dari kernel bawaan yang masih versi 4). Terasa lebih sederhana, ringan, dan stabil. Terima kasih kami kepada tim pengembang Rocky.

Sementara waktu ini, kami masih mencoba bercengkerama dengan Rocky. Desktop GNOME asalinya masih ringan dioperasikan. Tidak dimungkiri, rasa gemas berikutnya adalah ingin ber-KDE meskipun bukan dari repositori resmi Rocky sendiri. Extra Packages for Enterprise Linux (EPEL), lumbung paket untuk keluarga Fedora/Red Hat, dapat dimanfaatkan Rocky pula, dan KDE pun tersedia di EPEL. Aktivitas bersama Rocky, rasanya, belum final, tetapi kami sedikit menyimpulkan bahwa ia cukup terbang dioperasikan di atas mesin lawas yang tersedia—alhamdulillah.

Kebutuhan berkomputasi tiap kita pun beragam. Tidak setiap kita memerlukan atau menginginkan perangkat lunak terbaru. Dengan perangkat lama dan tua sekalipun, sepanjang masih dapat digunakan, sistem yang dijalankan juga teramat bersahabat. Terutama, minimalnya, tidak banyak sumber daya perangkat, salah satunya kapastas memori, yang teralokasikan untuk operasional secara asali. Sejatinya, telah ada sistem yang teramat nyaman dengan MBP-2009 ini, yakni Q4OS yang teramat ringan. Berbasis Debian, kita tidak terlalu khawatir dengan dukungan perangkat lunak yang tersedia meskipun, lagi-lagi, tidak terbarukan. Toh, kecenderungannya, perangkat/fitur baru belum tentu stabil, bukan?

Saat ini, masih ber-Rocky. Entah barangkali kelak akan kembali ke Slackware, atau memutuskan final-penuh bersama Q4OS/Debian. Yang pasti, sekalipun ber-Rocky, Slackware, Debian/Ubuntu/Q4OS, openSUSE, OpenMadriva, FreeBSD/OpenBSD, ataupun lainnya, kami belum mendapati sistem yang terpasang secara asali dan berkenan mengonfigurasi secara otomatis untuk menu boot yang teramat ramah di MBP-2009 selain Fedora. Ikon boot berwarna biru khas Fedora terkini, partisi HFS+ yang terkreasi otomatis—terdeteksi pula pada sistem macOS, mendeteksi distro Linux (dengan format berkas EXT4) yang telah terpasang sebelumnya—termasuk Windows bila memang telah terpasang, tidak salah dengan kata yang dapat mewakili Fedora: Awesome.

Pendek kata, pascapasang Rocky dengan alokasi ruang simpan berlebih, kita dapat tutup partisi sistem terbuka yang telah ada di MBP-2009 dengan Fedora. Sebagai syarat, bukan pemasangan secara manual, melainkan instalasi secara kustomisasi dan otomatis bersistem berkas BTRFS (dengan memilih fitur custom saat proses pemartisian baru untuk Fedora). Jangan salah, kami pun masih bimbang dan masih ingin sepenuhnya ber-Fedora. Dalam arti, tidak menduakannya dengan yang lain, tidak terkecuali Slackware ataupun Rocky.

Memang, baru Fedora edisi spin MATE sayangnya, yang masih bersahabat dengan perangkat kami. Salah satunya adalah deteksi Fedora-MATE atas layar eksternal secara otomatis sehingga cocok bagi kita yang acap ingin menampilkan sesuatu dari layar perangkat atau berpresentasi dalam aktivitas produktif di kantor. Sebelas-duabelas dengan Fedora-MATE adalah sama-sama berdesktop MATE, yakni Ubuntu-MATE. Ubuntu-MATE terbilang ringan daripada Ubuntu reguler. Poin utamanya adalah pada selera. Bagi pengguna GNOME terdahulu, tentu menjadi ajang nostalgia tersendiri untuk desktop MATE pada Ubuntu, Fedora, Slackware ataupun lainnya. Entah bagaimana akhirnya nanti, kami masih berproses belajar—insyaallah. Selamat belajar, selamat berproses, semua!