Latif Anshori Kurniawan

KDE neon Akhirnya?

Diterbitkan pada dalam Blog.

Petualangan bersama sistem Linux di atas mesin lawas MBP-5.3 2009 (MB986LL/A) belum berakhir—insyaallah. Serba-serbi suka-duka dijalani. Masyaallah, antara suka dan duka, keduanya silih berganti. Namun, kadar berlebih pada suka sebab teramat bergembira menjalaninya—alhamdulillah. Hitung-hitung sebagai bagian dari proses belajar. Namun, tentu, dalam pelbagai proses belajar yang dijalani, selaik hal dunia ini, tidak selalu indah. Salah satu di antaranya adalah sistem yang semula dirasa bersahabat ternyata lambat laun menjadi berbeda beriring waktu berlalu. Fedora GNOME terbaru (nomor versi 44, dengan nama kode “Kuala Lumpur”) menjadi salah satu cerita (barangkali) terakhir bagi MBP ini.

Fedora Workstation 38 (April 2023) mengusung lingkungan desktop GNOME 44 secara asali. Seperti jamak diberitakan, GNOME menjadi desktop Linux asali yang jamak terpasang untuk Linux enterprise secara meluas. Dari Linux Red Hat (tentu saja, induk dari Fedora) dan keluarga-nya (CentOS Stream, Rocky, AlmaLinux, dan lain-lain) hingga keluarga Debian/Ubuntu, menempatkan GNOME sebagai desktop bawaan. Lebih mudah mendapati pengguna Linux/BSD ber-GNOME (selain GNOME, cenderung didapati ber-XFCE) daripada ber-KDE (cukup populer di Eropa) atau desktop lain sebab popularitasnya.

Tidak hanya terpasang untuk Fedora 38, GNOME 44 juga untuk Ubuntu terkini (bernomor versi 23.04). Sebagaimana sempat disinggung, GNOME 44 ini teramat kurang bersahabat bagi MBP 2009 kami. Khusus bawaan Fedora Workstation 38, ia terhenti pada tampilan sekilas muka sebelum menu pilihan antara dicoba dahulu versi Live-nya dan/atau langsung dipasang/diinstal muncul. Tidak mudah mengilustrasikannya. Pendek kata, tampilan muka depan tetap tampil, pointer tetikus dapat digerakkan (sekali lagi, hanya ada tampilan desktop dengan gambar latar dan pointer tetetikus), tetapi stuck ketika akan klik kanan (tidak muncul menunya sama sekali) ketika ingin mengatur Display.

Alhamdulillah, masih mending mendapati GNOME 44 di Ubuntu 23.04. Walaupun tidak kalah berbeban berat memuat (loading) dari boot/but sampai dengan memasuki tampilan desktop selaik di Fedora 38, ia masih dapat langsung masuk desktop dan menyelaraskan dengan kondisi layar MBP kawak kami (sehingga tidak perlu mengonfigurasi skala Display pada Settings). Sejatinya, tidak kalah berlainan. Beberapa saat telah masuk ke dalam desktop dengan anteng, dalam hitungan menit, ia pun menge-hang (berhenti beroperasi). Well, mematikan dengan paksa masih menjadi salah satu opsi terbaik. Hal ini terulang lagi beberapa kali. Kalau kami bersabar, barangkali dapat dikonfigurasi sesaat sebelum hang terjadi. Namun, lantaran sejak mengebut hingga sesi memasuki desktop terasa lambat, kami mencukupkan sampai di sini. Namun, sekali lagi, masih mending daripada Fedora 38 meskipun sama-sama ber-GNOME.

Menyerah? Sebenarnya, tidak ingin. Namun, qadarullah, beberapa kali mencoba mengulangi proses but atas Fedora 38 terbaru tersebut, hasilnya tidak jauh berbeda. Bukan menyerah, melainkan sekadar tahu kadar diri. MBP tua kami memang bukan untuk sistem ber-GNOME terbaru 44 itu, barangkali sampai di sini mencicipi teknologi terbaru GNOME. Tidak dapat dimungkiri, GNOME terbaru tentu membawa fitur-fitur baru dan peningkatan dukungan yang lebih baik daripada sebelumnya sehingga ia pun membutuhkan resources perangkat keras tidak kecil. Hal ini, sejatinya, masih belum akhir dari petualangan kami menemukan “cinta” Linux (beserta desktop) mana yang berkenan dengan mesin yang terbilang amat lawas ini.

Terdapat beragam alternatif bila memang meminati GNOME tersebut, di antaranya: dapat memaslahati teknologi virtualisasi, menggunakan citra docker, hingga mencoba versi Fedora Silverblue yang immutable. Sayangnya, beberapa hal dari Silverblue tidak selaras dengan selera kami, terutama berkait pengaturan pemasangan yang supermanula. Lain hal bila ber-Fedora dengan memanfaatkan fitur custom-installation yang superpraktis memanfaatkan ruang tersisa (minimal 10 gigabita). Salah satu keunggulan Fedora dengan metode pemasangan tersebut pada MBP-5.3 adalah kreasi ikon but Fedora berwarna biru yang khas bersisian dengan ikon but El Capitan (dan sistem macOS atau Windows lain bila ada—iya, dapat dimungkinkan demikian, alhamdulillah kami pernah mencobanya).

Sempat mendapati ulasan Dedoimedo.com perihal Fedora 37, tentu saja dengan GNOME versi sebelumnya, yakni 43. Kami pun mencoba mengunduh ulang berkas citra ISO Fedora Workstation 37 yang sempat telah terhapus dari ruang penyimpanan (untuk apa disimpan, ya, toh tersedia di banyak lumbung daring sehingga tinggal unduh di kemudian hari bila diperlukan). Sempat berharap, barangkali, apabila berhasil memasang nomor 37 tersebut, dapat dilakukan upgrade ke 38 dengan mudah. Hal ini tidak jarang menjadi jurus ampuh, berdasar pengalaman kami, sebab sistem telah terbiasa dengan konfigurasi perangkat lunak sebelumnya sehingga pembaruan terbaru dapat menyesuaikan—wallahualam.

Fedora 37 masih mengebut dengan baik. Seperti biasa, untuk GNOME 43 di MBP 2009 kami, perlu di-mirror-kan terlebih dahulu bila ingin mendapati tampilan antarmuka desktop yang proper. Alhamdulillah, proses instalasi pun terjalani. Namun, belum final prosesinya, galat pun muncul—alhamdulillah. Galat yang menandaskan perihal bug ketika proses instalasi. Namun, dapat dilewati hingga proses pemasangan berakhir. Masyaallah, galat yang belum pernah terdapati saat mencoba versi 37 tersebut beberapa waktu lalu. Lebih dari sekali kami mencoba. But lancar sampai dengan proses instalasi, tetapi hasilnya belum berubah.

Alhamdulillah, kami pun tertawa lepas, justru ini yang menjadi daya tarik Linux bagi kami—masyaallah. Galat atau bug yang ditemui justru dapat dijadikan ajang belajar, bukan? Namun, untuk mengatasi permasalahan tersebut, kami mencukupkan diri sampai di sini pula. Sudah, tidak perlu memaksakan diri dengan perangkat yang barangkali semestinya telah beristirahat ini. Kemudian, ketika meramban lini masa laman DistroWatch.com, ternyata terdapat update nomor versi terbaru untuk salah satu Linux yang fokus pada desktop KDE, yakni KDE neon (20230427-0719, 27 April 2023).

KDE neon, biasanya, berdasar pengalaman kami, kurang acap menge-bug. Kami pun nekat mencoba. Alhamdulillah, ternyata di luar dugaan. KDE neon yang sebelum-sebelumnya acap terdapati bug ketika dioperasikan di atas mesin lawas kami, terbilang teramat lancar. Padahal, versi KDE Plasma-nya adalah yang terbaru, yakni 5.27. Pada Kubuntu 23.04, amat ngos-ngosan dijalankan, tetapi tidak untuk KDE neon ketika pos ini ditayangkan—alhamdulillah. Barangkali, masih belum seringan Kubuntu 22.04, tetapi tidak seberat pada nomor 23.04.

Kami pun, akhirnya, tidak sekadar menjajal KDE neon update terkini tersebut. Dengan kata lain, memasangnya secara native fisik di atas mesin yang RAM dan beberapa komponen internal di dalamnya belum di-upgrade. Tanpa mencoba lebih lama dan berpikir panjang, langsung klik ikon instalasi pada antarmuka depan desktopnya. Alhamdulillah, proses instalasi berjalan lancar dan aman (dengan filesystem EXT4). Sayangnya, setelah instalasi dan memulai ulang (reboot/restart), menu boot KDE neon tidak tampak sehingga kami pun mengombinasikannya dengan Fedora MATE 38.

Hal tersebut berbeda ketika pascapasang Debian edisi [pengembangan] Bookworm terkini atau Ubuntu 22.04 (versi LTS) yang mengkreasikan ikon but EFI secara asali setelah instalasi. Bukan ikon Ubuntu seperti ikon Fedora yang terpasang pada menu but berdampingan dengan macOS lain, melainkan hanya standar ikon EFI berwarna biru khas OCLP. Namun, sebagai klarifikasi, ikon EFI Ubuntu tersebut tidak muncul ketika menekan tombol [option] bila ingin memasuki menu pilihan sistem utama dalam prosesi awal but di MBP ini. Ya, kami memfaedahi OCLP sebagai eksperimen, terdapat salah satu macOS yang kami pasang dengan metode OCLP tersebut sehingga menu EFI biru yang dimaksud muncul.

Sempat terpikirkan untuk fokus pada Fedora MATE 38. Namun, kami pun berasumsi bahwa justru, ketika terdapat dua sistem populer dari keluarga yang berbeda (yakni dari RPM-based, yakni Fedora MATE, dan DEB-based, yakni diwakili KDE neon), dapat dijadikan platform belajar. Terlebih, khusus KDE neon masih memberikan opsi bagi pengguna guna memfaedahi manajemen paket aplikasi Snap, sedangkan Fedora MATE terbaru tersebut telah sepenuhnya ber-Flathub (lumbung untuk Flatpak) secara asali. Baik Snap maupun Flatpak, kekinian, keduanya memiliki pangsa pasar yang kuat, bukan?

Cukup lama memaslahati KDE neon kali ini. Beberapa pengguna fanatik KDE dalam negeri sempat memotivasi kami guna menjajal KDE neon jauh-jauh hari sebelumnya alih-alih KDE di openSUSE (sekalipun untuk Tumbleweed). Namun, baru sekarang, alhamdulillah—atas Izin-Nya, terealisasi. KDE neon mengingatkan kita pada Q4OS, banyak hal telah dikurasi dan dikurangi oleh Jonathan Riddle dan tim selaku pengembang inti KDE neon. KDE neon terbilang ringan, sekalipun belum seringan Q4OS. Namun, paling tidak, jauh lebih ringan daripada Fedora KDE (entah mengapa demikian, acap didapati distro ber-KDE cenderung lebih ringan dan efisien pada sistem selain Fedora terbaru daripada ber-GNOME kekinian).

Omong-omong, terdapat upgrade/peningkatan Debian untuk versi stabil dengan nomor 11.7.0. Anda pun dapat menjajalnya melalui varian Live ber-non-free (dengan firmware tertutup) melalui laman berikut. Apabila telah terpasang versi stabil dengan nomor sebelumnya, selamat melakukan upgrade.

Dapat dimaklumi bila Q4OS lebih ringan daripada KDE neon. Hal ini sebab Q4OS berbasis Debian yang terkustomisasi sedemikian rupa untuk berjalan di atas mesin tua, sedangkan KDE neon berbasis Ubuntu 22.04 (LTS). Namun, Q4OS kurang sesuai dengan kebiasaan kami, beberapa hal pun masih perlu konfigurasi secara manual. Hal ini termasuk memasang dukungan aplikasi yang sejatinya berlimpah bila kita tautkan pada repositori Debian, tetapi barangkali belum jadi kami faedahi sepenuhnya. Q4OS merupakan versi turunan Debian, tetapi KDE neon tidak menandaskan diri sebagai distribusi/distro Linux. Ia sekadar membasiskan ulang (rebase) pada Ubuntu LTS terkini, tetapi bukan di-derivative-kan. Core sistemnya masih Ubuntu pada KDE neon, meskipun beberapa utilitas tambahan dirancang dan sedikit dipoles sedemikian rupa oleh tim KDE neon guna makin memanjakan pengguna penggemar KDE.

Versi KDE neon stabil (untuk user umum, bukan developer) lebih direkomendasikan daripada versi unstable atau bahkan testing. MBP 2009 kami lebih nyaman dengan versi stabilnya. Daripada menyambangi Fedora MATE yang juga telah terpasang dan mendeteksi partisi sistem KDE neon, kadar kami mengunjungi KDE neon masih berlebih untuk saat ini. Belum banyak aplikasi tambahan terpasang sudah mencukupi kebutuhan aktivitas berkomputasi. Terlebih, kekinian, jamak pekerjaan keadministrasian kita cenderung mengandalkan peramban web semacam Firefox sudah mencukupi—alhamdulillah.

Sebagaimana telah disebutkan, di dalam pengelolaan paket aplikasi KDE neon, pengguna diberi opsi untuk dapat ber-Snap dan ber-Flatpak. Hal ini tentu menguntungkan. Tidak jarang, aplikasi Ubuntu cukup maksimal dan andal bila diperoleh dari Snap sebab memang secara resmi didukung oleh Cannonical (perusahaan induk Ubuntu). Namun, kehadiran Flatpak dapat menambah khazanah paket aplikasi lain yang barangkali belum tersedia di Snapcraft. Flatpak (dari Flathub) dan Snap (dari Snapcraft) pun terkondisikan di dalam sistem KDE neon—alhamdulillah. Terima kasih kita kepada Jonathan Riddle dan tim KDE neon!

Kalau dibandingkan dengan Kubuntu 22.04, KDE neon terkini masih terbilang ringan. Wajar, di Kubuntu LTS tersebut masih memuat beberapa bloat-apps yang tidak sedikit. Sekali lagi, apabila berkait dengan mesin berkomputasi yang digunakan oleh kami sebagai penunjang konten blog ini, adalah mesin MBP-5.3 2009 yang sangat lawas (sekalipun belum kuno). Hal ini tentu dapat bervariatif bagi Anda yang menggunakan perangkat berbeda. Kalaupun berperangkat keras yang tidak kalah serupa sekalipun, belum tentu sama atas pengalaman yang diperoleh. Banyak faktor mempengaruhi/mendampaki, tidak dapat digeneralisasi/disamarata.

Hal menarik terjadi ketika menghubungkan MBP jadul ber-KDE neon ini dengan televisi untuk presentasi yang tersedia di tempat kerja kami (dengan jenama Panasonic). Ketika menggunakan Q4OS, luar biasa—masyaaallah (alhamdulillah), tampilan dekstop ber-KDE-nya teramat nyaman dipandang, tidak memerlukan konfigurasi apa pun alias langsung dapat digunakan sebagaimana yang sempat kami sampaikan pada pos-pos sebelumnya. Beberapa hal, salah satunya adalah touchpad/trackpad terfungsikan secara asali di KDE Q4OS (versi 4.12) tersebut, tidak dengan di KDE neon. Namun, sebagaimana telah disampaikan pada paragraf sebelumnya, sekalipun sejatinya menyamankan kami dengan dukungan perangkat keras yang terkonfigurasi ciamik, Q4OS belum memantik kami berlebih.

Kami pun tidak dapat menjamin diri masih terus ber-KDE neon, padahal sebelumnya masih kesengsem dengan Rocky atau AlmaLinux (CentOS-like). Terlebih, sistem keluarga Debian/Ubuntu/Q4OS (berbasis DEB) masih terbilang baru (meskipun sejatinya tidak asing) bagi kami. Untuk pekerjaan yang perlu kecepatan tinggi, atau misalnya digunakan untuk melakukan remote atau berdaring melalui Zoom, barangkali Fedora MATE masih terandalkan—insyaallah—sebab cukup ringan (tidak kalah ringan dengan Ubuntu MATE). Well, tidak dapat dimungkiri, desktop MATE jauh lebih ringan daripada KDE, bukan? Berdasar tampilan MATE saja, sudah kelihatan, tampak sederhana, terfungsikan/teroperasionalkan gegas—insyaallah.

Desktop MATE mengingatkan kita pada awal-awal GNOME terdahulu. Hal ini memang lantaran aspek historis pengembang MATE yang menginginkan desktop ber-GNOME 2 (tepatnya GNOME sebelum versi 3) untuk tetap eksis. Alhamdulillah, kode sumbernya bersifat open-source sehingga sah-sah saja bagi pengembang yang masih tetap bertahan ber-GNOME 2 sehingga mengkreasi versi baru yang disebut MATE, sekalipun GNOME asli/utama dikembangkan normatif sampai dengan versi 44 hari ini oleh tim GNOME. GNOME dan MATE pun memiliki basis pengguna loyal sendiri sebab memang kebutuhan berkomputasi tiap individu yang teramat bervariatif.

Adakah Anda menggunakan KDE neon? Sila berbagi pengalaman bagaimana memfaedahi sistem yang khusus membalutkan diri dengan teknologi KDE terkini ini. Atau, dapat jadi, Anda pengguna sejati KDE di openSUSE? Sampai sekarang pun, kami apresiatif bagi pengguna openSUSE-KDE (baik versi Tumbleweed maupun Leap). Bagi kami, KDE di openSUSE/SUSE merupakan paket tersolid selaik GNOME di Fedora/Red Hat. Apa pun sistem terbuka yang digunakan, semoga tetap dapat menunjang aktivitas bekerja kita, ya! Selamat ber-KDE, selamat ber-GNOME, selamat ber-MATE, selamat ber-Linux, selamat berkomputasi open-source! Salam sehat dan sukses untuk Anda!