Menjadi Swasta Sejati
Diterbitkan pada dalam Blog.
Pada banyak kesempatan—masyaallah—memberi materi motivatif, atas Izin-Nya, tidak jarang saya menandaskan kepada adik-adik mahasiswa agar lapang menggeluti dunia swasta. Dari pernak-pernik bagaimana menjadi pegawai swasta yang baik hingga berwiraswasta. Tidak jemu saya menekankan kepada mereka bahwa ranah swasta lebih Dikehendaki-Nya—insyaallah. Tidak mudah memang, hal ini lantaran mereka masih berparadigma bahwa menjadi pegawai negeri adalah menyamankan.
Zona nyaman tersebut tentu bukan tanpa sebab. Hal ini dibuktikan dari betapa berlimpahnya para peminat lowongan pekerjaan di sektor publik (negeri) tiap tahunnya. Perbandingan antara yang masuk dan diterima nyaris 1:1000 (bergantung formasi yang dipilih). Ada pula yang lebih memilih ditempatkam di luar Pulau Jawa selama sudah ber-PNS/ber-ASN. Sayangnya, masih dapat berasumsi untuk setelah sekian tahun pengabdian, nanti mengurus kepindahan ke Jawa, syukur dekat orang tua dan keluarga besar—astagfirullah (ada kuasa kita perihal itu?).
Tiada larangan untuk menjadi PNS/ASN. Namun, apabila hati kita terparadigmakan bahwa PNS/ASN adalah segalanya, hal ini yang keliru. Kita kembalikan marwah rezeki yang berasal dari-Nya. Apakah rezeki kita hanya dari saluran menjadi PNS/ASN? Gaji tetap, insentif dan tunjangan, serta dana pensiun seolah sudah terbayang di depan mata sebab jamak orang tua terdahulu telah mengalami hal ini. Prasangka kenyamanan finansial. Ada yang membilang lantaran mengikuti saran orang tua, subhanallah tidak perlu menyudutkan orang tua Anda. Masih banyak jalan mencari rida mereka dengan tetap menaati-Nya.
Lagipula, sekalipun Anda di negeri, ada jaminan Anda dan keluarga terdekat Anda tidak akan menyentuh sedikit pun sektor swasta? Betapa banyak orang yang telah menyandang kenegerian di pundaknya, tetapi juga turut serta memasuki ranah-ranah swasta. Hal ini tentu menyesaki saudara-saudara kita yang murni swasta, bukan? Sedih, kasihan mereka. Mereka sudah tidak dapat mengais di lembaga negeri, di hadapan mereka terlintas Anda yang menggeluti sektor serupa, misalnya berniaga, mungkin groceries atau kebutuhan household.
Plis, sadarlah bila sudah ber-PNS/ber-ASN sudah sangat cukup. Cukupkan diri Anda dari saluran kenegerian itu, hal ini ikhtiar agar semua ranah terwadahi. Hal ini sekaligus upaya agar menyamankan hati saudara-saudari swasta yang murni siang-malam waktu mereka tergadaikan untuk membantu usaha orang, misalnya bekerja di pabrik. Apabila menjadi PNS/ASN tidak dapat mengakomodasi kebutuhan hidup Anda, misalnya keinginan membeli mobil mewah terbaru secara tunai, sila sepenuhnya terjun di swasta atau berwiraswasta guna merealisasikan cita-cita duniawi Anda itu tanpa baju PNS/ASN di pundak Anda.
Menjadi PNS/ASN memanglah pengabdian. Pengabdian kepada masyarakat/rakyat secara total. Seperti jamak didengungkan oleh para pengusaha, apabila ingin kaya, ya berswastalah/berwiraswastalah. Sekali lagi, di sini saya tidak bermaksud melarang Anda menjadi PNS/ASN. Namun, mohon pertimbangkan baik-baik, apalagi gaji Anda berasal dari harta rakyat Indonesia. Apabila memang cita-cita Anda adalah menjadi PNS/ASN, milikilah niat yang lurus (bukan untuk kaya, bukan untuk mengharap dana pensiun yang berlimpah di akhir masa tugas): mengabdi untuk masyarakat, mengabdi untuk negeri.
Saya taat pada pemerintah Indonesia, bagaimanapun kebijakan mereka. Saya tidak pernah mendemo atau mengkritik pemerintah sedikit pun, hal ini memang lantaran mengikuti Nasihat-Nya. Miris bila mendapati ada oknum PNS/ASN yang mencela Bapak Presiden dan aparatur pemerintah—sedih. Mengapa juga berkata negatif perihal mereka, padahal ia masih bekerja di bawah payung pemerintah? Astagfirullah, bisa jadi lantaran sudut pandang politik menyebabkan orang buta mata dan buta hati. Tidak sedikit dilaporkan pelayanan kepada masyarakat dilakukan dengan setengah hati dan ada keluh gaji yang kurang? Astagfirullah, mari perbanyak bersyukur, tidak sedikit orang yang ingin seperti Anda duduk di situ.
Dikotomi negeri dan swasta masih berlaku hingga kini. Sayang sekali memang. Saya pribadi lebih memilih sektor swasta, menggunakan layanan swasta, dan mendukung keswastaan mereka. Terutama dukungan untuk teman-teman yang bekerja di perusahaan swasta dan yang berkecimpung di dunia usaha kecil dan menengah. Alih-alih memanfaatkan layanan BUMN, saya cenderung memilih layanan yang murni swasta, meskipun tidak besar. Terlepas dari saya yang memang swasta, senang sekali bila mendukung sesama swasta. Sense-nya seolah turut tumbuh dan berkembang bersama.
Teringat banyak tokoh nasional melepas ke-PNS-an jauh sebelum masa pensiun diterima, misalnya Pak Onno W. Purbo (tokoh teknologi informasi), Pak Sulistiyo (semoga Allah Merahmati beliau, tokoh PGRI), dan beberapa teman saya (salah satu membilang lantaran ganjalan hati)—walhamdulillah. Asatiza (para ustaz) pun di dunia swasta. Pondok-pondok pesantrean salaf ahlussunnah tentu resmi diakui negara dan tetap swasta penuh—walhamdulillah. Rezeki pun terus mengalir—insyaallah, padahal sebagian besar ikhwan dan santri berswasta dan berwiraswasta penuh. Subhanallah, semoga Allah Menguatkan mereka dan suadara-saudara kita yang berkecimpung di dunia swasta—amin. Insyaallah, Berkah Allah untuk swasta.
Hidup, Swasta!