Subpoena
Diterbitkan pada dalam Blog.
Ternyata, Twitter masih populer bagi petinggi teknologi dunia, ya? Salah satunya adalah, tentu saja, the one and only Pak Elon Musk. “Drama” Pak Elon perihal Twitter belum paripurna. Pelbagai peristiwa yang terjadi barangkali sekadar menjadi bagian dari tontonan warganet sembari geleng-geleng kepala. Kadang kita senyum-senyum sendiri, tidak jarang kita jengah dan tidak mengikuti perkembangan selanjutnya. Kita pun begitu mudah mendapati gejolak yang terjadi melalui salah satu platform media sosial yang memioniri banyak hal ini (dapat kita sebut beberapa fitur populer seperti: fitur sebut/mention @, tagar/hashtag/tag #, pesan langsung atau DM, dan lainnya).
Salah satu warta menarik soal Pak Elon dan Twitter, sebagaimana diwartakan The Verge dan TechCrunch, adalah subpoena Pak Elon kepada Pak Jack Dorsey (mantan ko-pendiri dan mantan CEO Twitter sebelum Pak Parag Agrawal). Kami kurang begitu mengikuti, sejatinya, perkembangan yang terjadi (atas apa yang sedang dihadapi Pak Elon dan Twitter). Namun, kami tertarik dengan diksi subpoena-nya. Maaf, Pak Elon, he-he-he.
Wikipedia bahasa Indonesia telah memadankan subpoena tersebut sebagai perintah yang memaksa dalam konteks bidang hukum. Isitilah ini jarang digunakan secara umum, tetapi di dunia hukum, terkhusus dalam ranah pengadilan, barangkali sudah cukup difamiliarkan. Apa yang terjadi pada konteks Pak Elon dan Pak Jack adalah ‘subpoena ad testificandum’—bila berdasar keterangan informatif dari Wikipedia tersebut. Alih-alih menggunakan padanan surat perinta memaksa, barangkali kami dapat mengusulkan supaya istilah subpoena dapat dituliskan apa adanya.
Mengapa begitu? Dalihnya dapat kita inspirasi dari beberapa kosakata lainnya, yang cukup populer dalam bahasa Indonesia, di antaranya: civitas academica, curriculum vitae, dan lain-lain. CA dan CV tersebut tetap ditulis apa adanya dengan huruf cetak miring sebab berasal dari bahasa asing Latin. Keduanya lazim digunakan, sekalipun sudah ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia. CA dapat dipadankan sebagai ‘warga kampus’, sedangkan CV: ‘data riwayat hidup’. Sebab cukup lazim, kita pun lebih acap menggunakan istilah CA dan CV tersebut alih-alih versi padanannya dalam bahasa Indonesia.
Begitu pula dengan subpoena, tidak mengapa kiranya kita masih dapat menggunakan peristilahan khusus ini dalam bahasa Indonesia. Dapat digunakan apa adanya, tetapi dengan tetap dicetak miring (Italic). Belum ada keterangan definitifnya dalam pangkalan data KBBI Daring, semoga ke depan—insyaallah. Well, apa pun drama Pak Elon dan Twitter, mari segera teguk kopi kita yang mulai mendingin. Bismillah!