Latif Anshori Kurniawan

Sekejap PCLinuxOS dan OpenMandriva

Diterbitkan pada dalam Blog.

Sebagai salah satu distro Linux yang pertama kali menghiasi kehidupan kami kala remaja, tidak begitu mudah melupakan pesona Mandrake. Awal-awal masih belajar WordStar (berbasis DOS) di SMP (yang diampu Pak Mulyono, yang beliau gemar kami sapa canda sebagai Pak Onoylum), belum mendapati Windows (Microsoft), kami sudah mendapati distro Linux yang basis pengembangnya dari Prancis tersebut. Sempat mengira Windows adalah rupa lain dari Mandrake. Saat 2000-an itu, Mandrake menjadi salah satu andalan banyak pengguna, salah satunya sebab ramah pengguna (user-friendly) dan dukungan driver perangkat keras yang baik.

Salah satu pesaing Mandrake, sebelum 2005, adalah Knoppix. Yang membedakan antara Mandrake dan Knoppix adalah Mandrake belum tersedia versi Live-CD-nya, sedangkan Knoppix semenjak awal telah menawarkan pengalaman menggunakan sistem Linux turunan Debian (sebelum kepopuleran Ubuntu) tanpa perlu menginstal dalam perangkat komputer. Dukungan driver cukup bersaing di antara keduanya, tetapi memang tampaknya Knoppix mendukung lebih banyak perangkat, termasuk driver untuk printer. Adakah di antara Anda yang mengalami masa-masa kejayaan bersama Knoppix?

Kami baru menyadari bahwa Mandrake (atau awalnya disebut sebagai Linux-Mandrake) dikreasi oleh MandrakeSoft. Unit usaha ini didirikan oleh Gaël Duval bersama Jacques Le Marois dan Frédéric Bastok. Anda masih dapat melacak wawancara Linux Weekly News dengan Gaël pada 1999 dan 2001, serta ia pun berkisah pada 2000 perihal mengapa dan bagaimana Mandrake. Awal pengembangan Mandrake adalah didasarkan pada Linux Red Hat dan desktop KDE. Namun, lambat laun, Gaël dan tim mengembangkan lebih lanjut sehingga Mandrake menjadi mandiri (tidak bergantung pada Red Hat), sekalipun masih sama-sama berformat paket .RPM.

Eksistensi Mandrake—yang selanjutnya beralih nama menjadi Mandriva pascakolaborasi dengan Linux Connectiva (distro dari Brasil), sayangnya, tidak bertahan lama. Namun, para pengembang dan pengguna loyal Mandriva memiliki beragam inisiatif. Ada yang mengkreasi turunan asali sistem Mandriva, tetapi dengan pelabelan distro yang berbeda, yakni Mageia, dan masih sama-sama berbasis di Prancis. Ada yang memformulasi dengan nama yang nyaris serupa, tetapi berbeda tim dan semangat yang lain, salah satunya adalah OpenMandriva (OM). Ada pula yang di-fork dari Mandrake secara langsung dan telah lama dinamai sebagai Linux ALT (bebasis di Rusia). Termasuk beberapa proyek pengembangan distro lainnya yang akarnya dari Mandrake/Mandriva, yang barangkali dikelola komunitas kecil di penjuru bumi.

Sempat mencoba Mageia, tetapi kami justru merindu pengalaman ber-Mandrake yang lebih mengena. Lain hal dengan OM, ada yang cukup aneh bagi kami untuk distro yang masih berbasis di Prancis ini. Masih dengan lingkungan desktop asali KDE, ia begitu gegas dan lancar jaya dioperasikan (tidak jauh berbeda dengan ulasan Robert Rijkhoff di DistroWatch.com). Teramat lain bila dikomparasikan degan Fedora spin KDE (yang sejatinya tidak lebih ringan daripada openSUSE Tumbleweed KDE atau Krypton). Cukup smooth ber-KDE di OpenMandriva di atas mesin lawas MBP 2009 kami. Distro ini pun tidak selincah Slackware ber-KDE, lebih-lebih distro yang men-default-kan KDE sebagai desktop utamanya.

Apabila diizinkan mengurutkan distro ber-KDE yang pernah kami coba di atas mesin MBP tersebut (belum ber-SSD, RAM pun masih berbatas tidak lebih dari 4 gigabita—alhamdulillah), dari yang terberat sampai dengan yang teringan, ada Fedora rawhide KDE, Kubuntu Luna Lobster, openSUSE Tumbleweed KDE atau Krypton, Slackware current KDE, serta OpenMandriva versi rolling berkode ROME. Hal ini dengan catatan komparasi di atas mesin yang sama, yakni MBP lawas kami tersebut. Uji perbandingan ini pun kurang fair sejatinya sebab komposisi program-progam bawaan instalasi default yang terpasang pun juga tidak sama persis.

Bisa jadi, distro ber-KDE di satu sistem ber-bloated, tetapi tidak di sistem lain. Salah satunya ditandai dengan keberadaan peramban web Falcon di OpenMandriva, tetapi tidak secara default pada sistem lain. Falcon tersedia pula di Slackware current, tetapi terdapat Firefox sebagai peramban asalinya. Omong-omong, kalau antar-Firefox yang terpasang asali (belum diubah sama sekali), barangkali di Slackware (masih current) dan Kubuntu (sayangnya bukan untuk versi Luna, melainkan Jammy) menjadi yang tergegas, diikuti openSUSE (lebih-lebih Krypton). Barangkali, apabila dipasang di OpenMandriva, kedudukan openSUSE pun dapat terancam.

Terlepas dari apa dan bagaimana yang terpasang secara asali, pada dasarnya, kami cukup senang dengan pengalaman berkomputasi KDE di atas OpenMandriva. Setelah dirasa mantap dengan distro yang dikembangkan dengan tim kecil ini, ternyata ada distro yang (tidak kalah lawas dari Mandrake) menyematkan KDE dan lumayan mulus digunakan. Distro tersebut adalah PCLinuxOS. Gairah bereksperimen kami pun menjadi-jadi, semangatnya tidak kalah serupa saat masih asyik gonta-ganti pasang-lepas beberapa distro sekaligus dalam waktu yang nyaris berdekatan. Kami pun sempat bergumam begini.

“Ke mana saja, kami? Mengapa baru sekarang menyentuh PCLinuxOS?”

Gumam kami dalam hati sembari bergeleng kepala.

Bukan tanpa sebab bila kami memang melewatkan PCLinuxOS. Bukan maksud mengesampingkan atau menyepelekan, melainkan akses informasi atas distro Linux yang berbasis di Amerika Serikat (A.S.) ini begitu kurang bila dibandingkan (misalnya) dengan (sama-sama dari A.S., yakni) Slackware, Fedora/Red Hat, dan lain-lain. Mungkin mendapati PCLinuxOS, tetapi kami lebih memilih dan memutuskan dengan sistem yang lebih populer. Sejujurnya, nama distronya yang mengandung unsur diksi/istilah PC sedikit memantik dahi kami mengernyit, he-he-he.

Diakui atau tidak, barangkali sebagian teman pemula di dunia Linux pun barangkali tidak selalu mendapati distro yang dapat disingkat sebagai PCLOS ini. Dapat jadi, mengoperasikan KDE di PCLOS tidak kalah mulus di OpenMandriva. Usut punya usut, ternyata, pendiri PCLOS sempat mengkreasi fork Linux dari Mandrake/Mandriva. Pendek kata, PCLOS diawali dari konsep Mandriva, sebelum akhirnya PCLOS mengkreasi fondasi sistem mandiri (meskipun, kalau dicermati, sejatinya tidak jauh berbeda dengan OpenMandriva). Bak sama-sama dari moyang yang tidak kalah sama, PCLOS dan OpenMandriva dapat meng-handle KDE dengan apik.

Kami pun menjadi bimbang ber-KDE. Sampai detik ini pun, kami masih menjajali satu demi satu sistem yang memang benar-benar dapat sepenuhnya dioperasikan di atas MBP 2009 kami. Awal asa kami, terdapat dua sistem yang berbeda. Satu dari keluarga RPM (yakni Fedora), dan lainnya dari keluarga DEB (dapat Debian ataupun Ubuntu). Inginnya, kalau di Fedora sudah ber-GNOME (versi terkini), kami berharap dapat ber-non-GNOME di sistem lain. Fedora berbalut GNOME seperti sudah menjadi paket jodoh nan komplit, baik secara asali pengembangan maupun basis komunitasi asalnya. Jadi, untuk GNOME, dapat sekadar diwakili Fedora, selainnya berdistro lain. Hal ini supaya kami dapat terus belajar dengan eksistensi lingkungan desktop yang ada (kami pun masih bercita supaya dapat turut berkontribusi pula—amin).

Sempat ber-Kubuntu supaya dapat merasakan pengalaman ber-KDE di atas mesin Ubuntu yang dipenuhi dengan perangkat dari lumbung Snaps. Namun, sayagnya, GNOME di Fedora masih terasa ringan daripada saat menjalankan KDE di Kubuntu. Entah mengapa, apabila dihubungkan dengan perangkat proyektor LCD, tidak jarang bergalat saat ber-KDE. Mungkin soal driver atau cukup dapat diselesaikan dengan konfigurasi kecil. Kalau menurut hemat kami, perlu ada fitur display-mirroring di KDE (Kubuntu, KDE neon) secara default, selaik di GNOME (Fedora, Ubuntu).

KDE di Slackware current lebih ringan lagi sejatinya, tetapi agaknya driver di Kubuntu lebih siap secara asali, terlebih kami teramat malas mengulik Slackware kekinian, he-he-he. Namun, Slackware stable tetap masih yang terstabil daripada current. Untuk current, lebih menantang lagi pengoperasian kita. Tidak jarang dihadapkan dengan beberapa tantangan yang tidak didapati pada versi stable—lebih aman dan nyaman yang ini. Apa pun sistem yang digunakan, sejatinya, tidak terbilang tidak mudah digunakan. Masing-masing terdapat plus-minus dan memang membutuhkan upaya kita untuk mengulik secara mandiri (atau bersama-sama komunitas) hingga permasalah terpecahkan.

Well, kami masih terheran-heran, belum dapat percaya mengapa PCLOS dan OpenMandriva begitu lebih lekas-gegas ber-KDE daripada distro-distro lainnya (kecuali Slackware dan openSUSE). Melakukan tweak sehingga Fedora-KDE menggapai speed-up yang diharapkan pun kurang membuahkan hasil bila dikomparasikan dengan KDE asali di sistem yang tersemat pada judul pos ini. Namun demikian, bukan jaminan PCLOS dan OpenMandriva akan menjadi hanya sistem yang terpasang dan/atau menjadi andalan produktivitas harian kami. Kami sekadar belajar dan masih belajar, semoga kami senang menjalaninya—semoga Allah Memberkahi kita.

Apabila benar-benar di-head-to-head-kan di atas mesin yang kami gunakan, OpenMandriva, bagi kami, menang banyak daripada saat ber-PCLOS. PCLOS kebetulan terkendala memuat kala boot di atas MBP 2009 kami, bisa jadi memang ini sebab kekeliruan kami sehingga gagal memuat seperti kernel-panic. Namun, OpenMandriva terbilang gegas dengan tampilan tetap menawan khas distro ini. Sedikit mengingatkan kita memang dengan Mandrake/Mandriva, tetapi jauh berbeda. Beberapa konfigurasi pengembang menjadikan OpenMandriva seperti distro yang mandiri. Mohon maaf kami untuk PCLOS, terima kasih telah mengembangkan sistem ini. Terima kasih berlebih tentuk kepada tim OpenMandriva.

OpenMandriva dikembangkan oleh tim kecil. Sama-sama basis pengembangannya di Prancis, tidak menjadikan OpenMandriva mengekor Mageia, ALT, PCLOS. Barangkali, dukungan perangkat lunak memang masih tidak seberlimpah sistem ber-RPM lain, selaik Fedora atau openSUSE. Namun, bukan mustahil bila beberapa paket yang belum tersentuh oleh tim inti OpenMandriva tetap dapat dipasang di dalam sistem yang terbilang lebih ringan daripada Ubuntu (berdesktop asali GNOME) ini. Well, Flathub dimungkinkan amat dapat difaedahi dengan maksimal sehingga tidak perlu khawatir dengan paket aplikasi/program yang belum tersedia pula—insyaallah.

Peramban web Falcon tidak seberat Firefox di OpenMandriva, dan masih dapat difungsikan sebagaimana peramban pada umumnya. LibreOffice dan pelbagai aplikasi lainnya, secara asali, tinggal digunakan. Peramban berkas Dolphin pun dapat mengakses partisi macOS HFS+ yang ada, dukungan berkas audio MP3 pun telah tertata otomatis. Sebab ber-KDE, kustomisasi lingkungan desktopnya supaya tampak cantik masih terbuka lebar untuk dilakukan. Apabila sistem ini memang dapat mengakomodasi secara asali (tidak perlu dikonfigurasi manual) dan bersahabat dengan lingkungan boot MBP 2009 serta didukung asali dengan lumbung perangkat tidak jauh berbeda dengan Snaps (milik Ubuntu) dan Flathub, bisa jadi kami sekadar menggunakannya (yang mewakili keluarga Linux).

Hal Lain (sebagai Koda)

Kami sempat mendapati blog All Things Linux dan memperoleh sejimpit informasi berkait isu-isu terbaru/terkini open-source pada bagian umpan (feed) bilah sisi kanan tampilan blog tersebut. Berikut beberapa tautan yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam menyelami blantika Linux dan open-source.

Selain pranala tersebut di atas, web Hayden James juga menarik untuk disimak/dibaca. Tedapat dua artikel yang menarik dari web aktivis open-source tersebut. Dua tautannya, yaitu memasang Linux Kali tanpa root dan tanpa pasang kita pen-test jaringan, serta bagaimana memasang Debian SID (dari unstable, bukan stable ataupun testing) secara langsung. Cukup teknis dan teramat terperinci dalam penjelasannya—terima kasih.

Sebagai tambahan dan sekaligus penutup, terdapat satu konten menarik di Wikipedia, yaitu perihal Streisand effect. Selain itu, terdapat himpunan artikel dari Pak Fajar Erikha (Zenius) perihal serba-serbi bahasa Indonesia. Masyaallah, malam Senin yang indah, bukan? Alhamdulillah. Selamat beristirahat, selamat belajar esok pagi! Wallāhu A’lam.