Pelik Pahami Peralihan Waktu
Diterbitkan pada dalam Blog.
Kami masih belum berhasil mendeaktivasi akun Facebook kami. Qadarullah, pihak Meta memberlakukan beberapa ketentuan dan batasan sehingga kami pun kurang dapat menonaktifkannya. Bukan menghapus akun, melainkan sekadar menjadikannya tidak tampak pada lini masa platform media sosial agak tua berciri khas warna biru tua tersebut. Lain hal dengan Instagram kami yang masih terkondisikan nonaktif secara temporer. Setelah sekian purnama, kami buka Facebook lagi hari ini, ternyata tiada perubahan yang signifikan. Bapack-bapack-lah nan tetap memeriahkannya.
Jamak teman kami memang dari sisi bapak-bapak, para orang dewasa pria, nyaris tiada laki-laki yang masih remaja dalam jejaring pertemanan kami di dalamnya. Tidak terelakkan lagi, candaan garing ala bapak-bapak pada umumnya di media sosial mudah terdapati. Alhamdulillah, sekalipun dikerumuni beliau-beliau—tentu dengan latar dan ciri khas yang berlainan, tetapi penampakan pada lini masa masih dapat kami kustomisasi saring sedemikian rupa.
Kami pun jarang membuka fitur ajuan pertemanan. Bukan maksud memilah dan memilih, kami sekadar menjaga dan bermaksud berupaya memperlakukan semua dengan adil. Mohon dimaafkan bila belum disetujui. Belum tentu kami enggan, tetapi memang jarang mendapati fitur ajuan berjejaring tersebut. Lebih dari itu, kami pun lebih jarang lagi ber-Facebook daripada bermedsos lainnya. Barangkali, Anda mudah mendapati kami secara publik di Twitter.
Terdapat hal menarik dari lini masa pada platform yang tidak setiap saat kami buka tersebut. Beberapa (kalau tidak boleh dikata: tidak banyak) bapak atau figur yang kami ikuti (baik sekadar individu belum bercentang biru resmi maupun sosok publik) menyuarakan hal yang tidak kalah serupa pada momen pengaksesan platform ini. Pendek kata, pesan yang tersirat adalah beliau-beliau menandaskan bahwa pergantian waktu adalah hal biasa.
Hal tersebut cukup menarik. Bapak-bapak tidak mengambil porsi seperti sebelum-sebelumnya. Selaik yang diketahui, dahulu-dahulu, tidak jarang kita dapati orang-orang beramai menyerukan resolusi-resolusi atau perencanaan/pengagendaan begini-begitu ketika menyambut pergantian waktu. Kali ini, naga-naganya, sebagian besar sudah bosan dengan mengeuforiakannya.
Bapak-bapak menjadi tidak ambil pusing. Toh waktu akan terus berjalan. Terjalani dalam keadaan masih hidup, atau kita yang telah tiada. Bisa jadi ini soal umur, usia kami yang jamak tidak lagi muda. Apalagi soal waktu, sebagian kami cenderung terdiam bila terkonfirmasi: bagaimana kami mengisi waktu yang Dianugerahkan-Nya. Waktu menjadi bagian yang pelik, batasan/definitif atasnya dapat berupa apa pun dan dalam konstelasi bagaimana pun. Konteks waktu lebih abstraksi daripada ruang, sekalipun tidak jarang kita menjalin-kelindakan antarkeduanya (ruang dan waktu, ruang-waktu).
Beliau-beliau tertangkap biasa saja dengan keadaan yang terjadi pagi buta ini. Hal-hal yang barangkali diramaikan sebagian kalangan tidak menjadi bermakna lagi. Semuanya tampak biasa. Biasa-biasa saja. Terdapat hal menarik, salah satu berujar bahwa beberapa pernyataan atas pergantian waktu dan/atau rencana yang ada justru dapat jadi menjadi bumerang omong-kosong. Bualan tercetus sebelumnya tidak sedikit yang menjadi bahan rundung di kemudian hari. Mana rencana ini dan itu, mana target yang diharapkan, mana-mana yang sempat terpublikasikan kemarin?
Pendek kata, sebagian beliau menekankan supaya kita lebih berbijak dengan diam dan tenang. Hal ini lebih menenteramkan kalbu. Sebagian besar beliau bersepakat, merusuhkan soal peralihan waktu teramat kurang disarankan. Lebih baik, waktu yang tersisa dapat terisi dengan kebermanfaatan. Dapat dimulai dari hal-hal biasa yang mudah terdapati di sekitar berkehidupan keseharian. Masih lebih mending bila waktu yang ada digunakan untuk menelaah khusus perihal waktu secara mendalam. Merefleksikan banyak hal dari waktu yang diberikan-Nya untuk kita, mengevaluasi diri sejauh mana waktu-waktu termanfaati.
Pelajaran soal waktu tidak ada habisnya. Kalam-kalam ulama terdahulu perihal waktu dapat dijadikan rujukan berkontemplasi. Lebih-lebih, apabila kita terngiang dengan gumaman dalam benak kita, yang tidak jarang terlintas bagi sebagian kita yang muslim barangkali, mengapa Allah beberapa kali bersumpah dengan (atas nama) waktu. Sayangnya, kita (sebagai makhluk-Nya) tidak jarang abai dengan waktu. Kita pun acap bercanda serba-serbi yang menghiasinya. Sebelumnya masih kanak-kanak, sekarang sudah dewasa. Perasaan baru kemarin, kini telah demikian-demikian. Tiba-tiba begini, tiba-tiba begitu. Tiada manusia yang dapat nyana, semua terjadi atas takdir-Nya.
Hal-hal tersebut pun dapat menjadi tema obrolan bapak-bapak tiada henti di dunia nyata. Benar-benar dapat tidak terasa bahwa lima jam telah terlewati untuk mendiskusikan waktu. Entah dengan fokus tema yang masih serupa, atau sudah lor-kidul tidak keruan. Ada yang memilih undur diri berpamitan lebih awal, lalu berupaya menuai ibrah dengan mendorong benak agar berparadigma bahwa yang telah dilalui tersebut tidak sia-sia. Sejatinya, memang tiada yang sia di dunia ini, senantiasa terdapat ibrah dan hikmah atas pelbagai hal yang terjadi atas Izin-Nya. Semoga tetap Dibaikkan-Nya—amin.
Kami pun keluar log platform medsos digdaya yang telah bertransformasi menjadi perusahaan metamesta tersebut. Sembari terenung sejenak mengapa soal waktu lagi-lagi menjadikan kami terhenti sejenak. Teringat aib-aib, teringat dosa-dosa, dalam waktu yang telah terlampaui. Allah Menutup semua aib dan dosa kita, sebuah anugerah yang tidak terkira. Elok terima kasih dan syukur kita senantiasa kita panjatkan kepada-Nya. Semoga Dia senantiasa Mengampuni segala dosa dan khilaf kita—amin.