Beretro Semenjana
Published (updated: ) in Blog.
Apabila Anda sempat memvisit blog ini beberapa pekan sebelumnya, dapat jadi Anda mengira kami sempat beralih layanan ke WordPress.com. Sebuah pengakuan, kami sempat ke sana, dan kemudian kembali pulang ke layanan hosting dalam negeri yang telah membersamai nyaris satu dekade ini (masyaallah). WordPress.com menawarkan beberapa hal menarik, di antaranya (barangkali): harga yang tidak kalah kompetitif, custom domain web berlebih, beberapa diskon menarik untuk satu tahun pertama, tim support yang responsif, dan banyak lainnya. Namun, secara ringkas, ternyata kami “sekadar tertarik” berkait (salah satunya, menurut hemat kami) aksesi gegas (tanpa lag).
Cepat diakses! Sayangnya, bergantung teknologi perangkat yang kita gunakan untuk meramban layanan yang berlokasi di Amrik tersebut. Dalam arti, apabila Anda menggunakan perangkat lawas (seperti yang kami nyaris terlalu acap bagikan di sini), menggunakan layanan perusahaan Automattic tersebut bukan hal solutif. Blog ini nyaris seolah tidak dapat diramban. Dapat jadi teraksesi, tetapi fitur log masuk (log-in) akun WP.com kita belum tentu termuat. Tidak, samsek tidak dapat di-load, menyisakan layar latar putih peramban yang juga tidak sudah tidak mendukung lagi mode gelap.
Omong-omong soal peramban web, beberapa waktu lampau, kami sempat “membanggakan” Firefox 78 versi ESR. Baru hari ini kami dapati (atau memang dasar kami kuper), akhirnya terdapat versi peramban web Chrome yang masih dapat berjalan dengan baik di El Capitan (meskipun memang tidak dapat dilakukan pembaruan/update lagi). Alhamdulillah, versi ini disediakan Google melalui laman unduh resmi versi stabil mereka (yang secara otomatis mengunduhkan versi terdahulu—versi terunduh kami dan berjalan untuk mengetik pos ini adalah 103.0.5060.134). Tidak kalah serupa bila Anda memiliki riwayat unduhan sebelumnya untuk aplikasi yang terpasang dari toko aplikasi App Store dan Play Store. Terima kasih kita kepada tim Chrome Google!
Betul, tidak terkecuali di Chrome, sama saja, layanan yang masih dipimpin oleh Matt Mullenweg tersebut kurang dapat terfaedahi. Kami pun bergerak/bermigrasi kembali ke rumah asal blog sekaligus tempat awal kami mendaftar dan menyewa domain web Latif.id ini. Alhamdulillah, dengan Chrome 103, ia masih Diizinkan-Nya terfaedahi. Masih Diizinkan-Nya berlabuh dengan peladen yang berlokasi di Indonesia (masyaallah), spirit ini yang ingin terus kami jaga (insyaallah). Jadi, kami belajar: Untuk tidak ke WordPress.com (setidaknya untuk saat ini, atau cukup sampai di sini, tetapi tetap Wallahu A’lam di kemudian hari nanti—bukan tidak mungkin, bukan?).
Tidak sekadar kebutuhan mengeblog di sini, kami mempertimbangkan beberapa layanan penting lainnya dapat terakses. Kami pun berputusan untuk “menyegarkan” kembali MacBook Pro 2009 (MBP-2009) tersebut. Melakukan pemasangan awal El Capitan adalah kiat jitu dari aktivitas penyegaran ini, menghapus beberapa partisi sistem lain dan memfokuskan pada sistem yang memang benar-benar digunakan secara maksimal. Ya, tidak terkecuali beberapa sistem Linux yang telah terpasang sebelumnya (seperti Artix dan kawan-kawannya, menyisakan Ubuntu Pro yang sengaja kami biarkan apa adanya), juga “lenyap” sementara waktu.
Bagaimana dengan kisah ber-Monterey yang sempat masih eksis cukup lama? Kami rasa: Sudah cukup. Ujung-ujungnya, porforma/kinerja MBP-2009 tersebut agak kepayahan. Cukup, perangkat dengan logo Apple yang masih menyala ini memang bukan untuk macOS versi 12 tersebut. Ber-El Capitan yang fresh ternyata menjadi salah satu solusi yang menyenangkan. Kembali ke ruh asalinya. Pengoperasionalannya berjalan tanpa jeda, ringan, dan solid (alhamdulillah). Hanya saja, memang tidak semua aplikasi dapat dipasang.
Sementara waktu, baru tersaji Amphetamine (langsung dari Mac App Store) dan peramban web Chrome versi 103. Tugas Amphetamine selaik Caffeine di Linux, ia menjaga sistem kita dari terlelap (tanpa menyentuh secara langsung konfigurasi daya, baik langsung dari sumber listrik maupun dari baterai. Mencoba beberapa layanan yang kiranya kurang dapat dimuat/di-load selain dari WordPress.com di Chrome ternyata mengasyikkan. Sementara ini, alhamdulillah masih dapat untuk mengakses beberapa layanan web: dari Google (Gmail, YouTube), Medium, Substack, proyek MacPorts, Mastodon dari mas.to, serta KBBI Kemdikbud. Masyaallah!
Ketika menggunakan Firefox 78 (ESR), YouTube sempat memberi peringatan supaya kami melakukan pembaruan. Ketika di Chrome 103 sekarang, peringatan tersebut sama sekali tidak muncul, hanya memang pada Gmail (dan dapat jadi layanan perusahaan Google/Alphabet lainnya) sempat menampilkan pop-up notifikasi berlatar warna biru sebaris kalimat yang mengindikasikan supaya kita (pengguna) menggunakan peramban yang lebih kini. Bukan masalah, mereka masih dapat diakses (alhamdulillah).
Bagaimana dengan layanan media sosial lain selain YouTube? Mohon dimaafkan, tidak Twittter/X. Sayang sekali, dominasi bermedsos kami di layanan yang dipimpin oleh Pak Elon Musk ini. Heran, Facebook, Instagram, dan Threads (dengan tampilan yang sedikit kurang berkeselarasan) masih lancar. Beberapa konten teks di Medium dan Substack masih dapat terbaca dengan baik (meskipun terasa lebih ringan bila di layanan yang diinisiasi Evan Williams). Untuk beberapa layanan nonsentralisasi (atau desentralisasi), seperti Mastodon, Bluesky, dan Nostr, hanya menyisakan Mastodon dari mas.to.
Layanan Mastodon dari Medium, yaitu me.dm, sejatinya tidak kalah serupa dapat diakses. Ya, tidak saltik, bahkan layanan utama Mastodon di mastodon.social tidak dapat termuat. Mencoba beberapa instance lainnya pun masih nihil. Begitu pula ketika menjajal layanan berbagi citra gambar/foto di dunia/mesta Fedi, yakni Pixelfed, tidak dapat teraksesi. Kami teramat bersyukur masih dapat ber-mas.to (alhamdulillah). Wallahu A’lam.
Berdasar pengalaman hari ini, kami belajar, tidak setiap hal/aktivitas harus bersama perangkat yang baru. Sepanjang perangkat lawas retro terdekat dan halal kita masih dapat terfaedahi, mengapa tidak. Hanya saja, perlu ditanamkan pada diri kami bahwa hal-hal duniawi ini tidaklah abadi. Tidak perlu memaksakan diri, sikapi dengan kesederhanaan dan kesemenjanaan.
Bagaimana kita memaslahati peralatan duniawi ini justru bisa jadi kunci kebaikan pada kehidupan hari kemudian (khair insyaallah). Semenjanakan cita, perbanyak syukur dan bahagia (atas serbaneka anugerah-Nya). Terima kasih telah membaca, semoga berfaedah. Wallahualam bissawab.